Wednesday 31 October 2012

Download Film Disney Pixar – Up 2009 Gratis

Download Film Disney Pixar – Up 2009 Gratis

Kategori : Film
masterwebnetMet Sore! Kali ini krisna akan bagikan film animasi terbaik 2009. Judulnya UP. Temen-temen bisa download film up ini gratis. Up merupakan film produksi disney yang meraih penghargaan sebagai film animasi terbaik tahun 2009. Bagi anda yang suka film animasi, jangan sampai lupa untuk menonton film ini. Keren sangat !! Kualitas bluray. Gratis lho ! Mau ?
Bagi yang mau download film disney pixar – up 2009 gratis, silahkan buka link download berikut ini :
http://www.mediafire.com/download.php?eyzemymmyzt
http://www.mediafire.com/download.php?dtymmzzynk1
http://www.mediafire.com/download.php?gzn1e2m1xyj
http://www.mediafire.com/download.php?djzmdvtxikm
http://www.mediafire.com/download.php?nyiwtqjj3mm
http://www.mediafire.com/download.php?0yn5ymrjhak
http://www.mediafire.com/download.php?m2lm01hzimz

free download winamp pro full 5.58 terbaru new version


free download winamp full 5.58  terbaru new version
free download winamp pro full 5.58  terbaru new version khusus untuk anda pecinta audio video, pada  winamp pro full 5.58  terbaru ini ada banyak perbaikan, baik dari segi audio maupun videonya. Para pecinta audio video kini mulai memperbarui software winamp yang mereka pasang pada komputernya. winamp pro full 5.58  terbaru sangat nampak sekali perbedaan dengan versi sebelumnya, khususnya pada output stereo yang dihasilkan winamp pro full 5.58  terbaru sungguh indah dan jernih. Apakah anda ingin menjajal free download winamp pro full 5.58  terbaru new version?

winamp pro full 5.58 new version seperti biasa kabpemalang share secara gratis, alias tinggal download, install dan jalankan, jangan lupa juga memasukkan keynya agar winamp yang anda gunakan menjadi winamp pro full 5.58 new version. Ngomong-ngomong kabpemalang juga pelanggan setia winamp dari jaman Patih Gajah Mada khitan sampai sekarang lho...! Agar anda tidak penasaran dengan kehebatanya, kabpemalang rekomendasikan untuk segera mendownload software ini. Ayo buruan download winamp pro full 5.58 new version.

download winamp pro full melalui link ziddu karena menurut beberapa forum menyimpan file di ziddu lebih aman daripada menyimpan ditempat gratisan yang lain. Semoga anda tidak kecewa karena download winamp pro full melalui link ziddu. Mendatang jika kabpemalang mempunyai dana yang cukup mungkin filenya akan disimpan di hosting sendiri agar anda leluasa mendownloadnya, karena kelemahan di ziddu adalah tidak support download accelerator seperti internet download manager, flashget dan sebagainya. Namun untuk sementara tidak apalah daripada download winamp pro full tidak dishare kepada anda pengunjung setia blog ini. Sekian dulu posting kali ini tentang free download winamp pro full 5.58  terbaru new version.


jika anda sangat tertarik dengan kesempurnaan audio yang dihasilkan winamp silahkan download juga pelengkapnya yaitu DFX 9.300

MIKORIZA DAN MANFAATNYA PADA TANAMAN


MIKORIZA DAN MANFAATNYA PADA TANAMAN


Balai Penelitian Tanaman Serealia


ABSTRAK
Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman perlu dijaga kelestariannya. Oleh karena di dalam tanah, terutama daerah rhizosfer tanaman banyak jasad mikro yang berguna bagi tanaman. Salah satunya adalah cendawan mikoriza. Cendawan ini dikenal dengan tiga tipe yaitu Ektomikoriza, Endomikoriza, dan Ekstendomikoriza. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa cendawan ini dapat berkolonisasi dan berkembang secara mutualistik dengan akar tanaman. Infeksi mikoriza dengan akar tanaman dapat memperluas bidang serapan akar, sehingga dapat menyerap hara seperti P, Ca, N, Cu, Mn, K, dan Mg, dengan hifa eksternal yang tumbuh dan berkembang melalui bulu akar. Cendawan ini dapat pula menghasilkan material yang mendorong agregasi tanah sehingga dapat meningkatkan aerasi, penyerapan air dan stabilitas tanah. Cendawan mikoriza dapat pula berperan dalam pengendalian penyakit tanaman. Hal ini disebabkan karena cendawan ini memanfaatkan karbohidrat lebih banyak dari akar, sebelum dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar, menghasilkan antibiotik, dan memacu perkembangan mikroba saprofitik di sekitar perakaran, sehingga patogen tidak berkembang. Sebagai contoh adalah tanaman jeruk yang terinfeksi minoriza akan menghambat pembentukan dan pelepasan zoosporangio dan zoosporangium Phytopthora parasitica. Pada tanaman jagung dan Chrysanthenum yang terinfeksi minoriza dapat menekan cendawan P. cinnamoni.    
Kata kunci: Ektomikoriza, Endomikoriza, Ekstendomikoriza, hifa, kolonisasi


PENDAHULUAN
            Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman, merupakan sub sistem yang cukup kompleks. Salah satunya adalah komponen biotik yaitu jasad makro dan mikro, yang secara bersama dengan komponen abiotik membentuk tempat tumbuh bagi kelangsungan hidup tanaman diatasnya secara berimbang.
Untuk menjamin kestabilan ini, maka pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan secara seimbang, tanpa harus terjadi perubahan-perubahan besar atau mendadak. Itulah sebabnya perlunya menjaga keberadaan serta fungsi komponen sistem dan individu   dalam komponen tersebut.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah diketahui banyak jasad atau mikroorganisme yang berguna bagi tanaman, bahkan ada yang dapat membantu tanaman dalam hal penyerapan unsur hara dan menjaga kondisi tanah dengan menghasilkan sekresi ekstraselular, vitamin, dan zat tumbuh.
Sebagai contoh mikoriza dan bintil akar merupakan bentuk hubungan yang menguntungkan bagi masing-masing pembentuknya. Menurut Budi et al. (1998) ada tiga bentuk/tipe mikoriza yaitu pertama Ektomikoriza, jenis mikoriza ini ditemui pada tumbuhan Angiospermae dan Gimnospermae. Miselia cendawan ini berkembang dipermukaan rambut akar dengan membentuk selaput miselium dan tidak masuk menembus sel-sel akar. Kedua Endomikoriza,  jenis mikoriza ini dijumpai hampir pada semua jenis tanaman. Cendawan pembentuknya tumbuh di antara sel-sel korteks akar dan membentuk arbuskulus didalam sel. Ketiga Ekstendomikoriza, jenis mikoriza ini hanya terbentuk pada beberapa famili tanaman dan cendawan pembentuknya berkembang diantara, di dalam dan di sekeliling akar tanaman inang. 
            Istilah cendawan Mikoriza Vesikula-Arbuskula (MVA) pertama kali dilaporkan oleh Peyronel, (1923) dalam Trappe dan Schenk, (1982). Hal ini disebabkan karena dicirikan oleh adanya vesikel dan arbuskel pada akar tanaman yang terinfeksi dan terkolonisasi. Cendawan ini menginfeksi tanaman melalui spora, tumbuh dan berkembang dalam jaringan korteks, dimana morfologi cendawan ini terdiri dari arbuskel, vesikel, miselium internal dan eksternal.
            Cendawan mikoriza meprupakan cendawan obligat, dimana kelangsungan hidupnya berasosiasi akar tanaman dengan sporanya. Spora berkecambah dengan membentuk apressoria sebagai alat infeksi, dimana infeksinya biasa terjadi pada zone elongation. Proses ini dipengaruhi oleh anatomi akar dan umur tanaman  yang terinfeksi. Hifa yang terbentuk pada akar yaitu interseluler dan intraseluler dan terbatas pada lapisan korteks, dan tidak sampai pada stele. Hifa yang berkembang diluar jaringan akar, maka berperan terhadap penyerapan unsur hara tertentu dan air.    
            Mosse, (1981) melaporkan bahwa cendawan mikoriza mempunyai sifat dapat berkolonisasi dan berkembang secara simbiose mutualistik dengan akar tanaman, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, serta membantu menekan perkembangan beberapa patogen tanah.

Proses infeksi mikoriza
            Terjadinya infeksi mikoriza pada akar tanaman melalui beberapa tahap, yakni :
1.    Pra infeksi. Spora dari mikoriza benrkecambah membentuk appressoria.
2.    Infeksi. Dengan alat apressoria melakukan penetrasi pada akar tanaman.
3.    Pasca infeksi. Setelah penetrasi pada akar, maka hifa tumbuh secara interselluler, arbuskula terbentuk didalam sel saat setelah penetrasi. Arbuskula percabangannya lebih kuat dari hifa setelah penetrasi pada dinding sel. Arbuskula hidup hanya 4-15 hari, kemudian mengalami degenerasi dan pemendekan pada sel inang. Pada saat pembentukan arbuskula, beberapa cendawan mikoriza membentuk vesikel pada bagian interselluler, dimana vesikel merupakan pembengkakan pada bagian apikal atau interkalar dan hifa.
4.    Perluasan infeksi cendawan mikoriza dalam akar terdapat tiga fase:
a.    Fase awal dimana saat infeksi primer.
b.    Fase exponential, dimana penyebaran, dan pertumbuhannya dalam akar lebih cepat .
c.    Fase setelah dimana pertumbuhan akar dan mikoriza sama.
5.    Setelah terjadi infeksi primer dan fase awal, pertumbuhan hifa keluar dari akar dan di dalam rhizosfer tanah. Pada bagian ini struktur cendawan disebut hifa eksternal yang berfungsi dalam penyerapan larutan nutrisi dalam tanah, dan sebagai alat transportasi nutrisi ke akar, hifaeksternal tidak bersepta dan membentuk percabangan dikotom.

Manfaat Mikoriza
            Lambert dan Cole, (1980) mengemukakan bahwa pada tanaman Lathyrus sylvestris, Lotus americanus, Coromilla varia, yang terinfeksi mikoriza umur dua tahun, pertumbuhannya 6-15 kali lebih besar dari pada pertumbuhan tanaman tanpa mikoriza. Selanjutnya De La Cruz et al., (1992); Linderman, (1996) menyebutkan bahwa sebagian besar pertumbuhan tanaman yang diinokulasi dengan cendawan mikoriza menunjukkan hubungan yang positif yaitu meningkatkan pertumbuhan tanaman inangnya.
            Hal ini dapat terjadi karena infeksi cendawan mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara oleh miselium eksternal dengan memperluas permukaan penyerapan akar atau melalui hasil senyawa kimia yang menyebabkan lepasnya ikatan hara dalam tanah. Tisdall, (1991) melaporkan bahwa miselium ekstra radikal didalam tanah sekitar akar menghasilkan material yang mendorong agregasi tanah sehingga dapat meningkatkan aerasi, penyerapan air dan stabilitas anah.
            Infeksi mikoriza pada akar, memungkinkan mineral dapat dialirkan langsung dari satu tanaman ke tanaman lain, atau dari bahan organik mati ke akar tanaman. Juga membentuk lingkungan mikrorisosfer yang dapat merubah komposisi dan aktivitas mikroba. Hal ini terjadi karena perubahan fisiologi akar dan produksi sekresi oleh mikoriza.
            Menurut Aldeman dan Morton, (1986) infeksi mikoriza dapat meningkatkan  pertumbuhan tanaman dan kemampuannya memanfaatkan nutrisi yang ada dalam tanah, terutama unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K, dan Mg. Kolonisasi mikoriza pada akar tanaman dapat memperluas bidang serapan akar dengan adanya hifa eksternal yang tumbuh dan berkembang melalui bulu akar (Mosse, 1981).  Tanaman appel yang terinfeksi mikoriza dapat meningkatkan kandungan P pada tanaman dari 0,04% menjadi 0,19% (Gededda, et al., 1984 dalam Jawal et al., 2005). Lanjut Matsubara et al., (1998) melaporkan bahwa tanaman yang terinfeksi mikoriza, maka tinggi, bobot kering, konsentrasi P pada bagian atas maupun akar tanaman mempunyai nilai yang tinggi dibandingkan dengan tanpa mikoriza.
Tanaman Acacia mangium mampu menghemat penggunaan P 180 kr/ha/tahun (Setiadi, 2000). Aplikasi P alam pada tanaman yang terinfeksi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan, pembentukan bintil akar, dan aktivitas bintil akar tanaman. Mikoriza dapat pula meningkatkan kandungan khlorofil, penyerapan air dan zat perangsang tumbuh dengan diproduksinya substansi  zat perangsang tumbuh, sehingga tanaman dapat  lebih toleran terhadap shok, terutama yang dipindahkan dilapangan.           
            Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa mikoriza mempunyai peranan dalam hal pengendalian  penyakit tanaman. Linderman, (1988) menduga bahwa mekanisme perlindungan mikoriza terhadap patogen berlangsung sbb. : 1) cendawan mikoriza memanfaatkan karbohidrat lebih banyak dari akar, sebelum dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar, sehingga patogen tidak dapat berkembang, 2) terbentuknya substansi yang bersifat antibiotik yang disekresikan untuk menghambat perkembangan patogen, 3) memacu perkembangan mikroba saprofitik disekitar perakaran.
            Pada tanaman yang terinfeksi mikoriza mempunyai sifat ketahanan yang lebih dibandingkan dengan tanpa infeksi mikoriza. Mosse, (1981) melaporkan bahwa cendawan mikoriza dapat membantu peningkatan ketahanan tanaman terhadap patogen tanah (soil borne). Infeksi mikoriza pada akar tanaman akan merangsang terbentuknya senyawa isoflavonoid pada akar tanaman kedelai, membentuk endomikoriza, sehingga meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan cendawan patogen dan nematoda. Selanjutnya Setiadi, (2000) mengemukakan bahwa assosiasi mikoriza berpengaruh terhadap perkembangan dan reproduksi nematoda Meloidogyne sp. Patogen yang menyerang akar tanaman seperti Phytopthora, Phytium. Rhizoctonia, dan Fusarium perkembangannya tertekan dengan adanya cendawan mikoriza yang telah bersimbiotik dengan tanaman.
Tanaman jeruk yang terinfeksi cendawan mikoriza akan menghambat pembentukan dan pelepasan zoospo-rangia dari zoosporangium Phytopthora parasitica (Davis dan Menge, (1980). Juga pada tanaman jagung dan Chrysanthenum yang terinfeksi mikoriza berpengaruh terhadap P. cinnamoni (Harley dan Smith, 1983).
 Ketahanan tanaman terhadap patogen akibat infeksi mikoriza karena menghasilkan antibiotik, seperti fenol, quinone, dan berbagai phytoaleksin. Tanaman yang terinfeksi mikoriza menghasilkan bahan atsiri yang bersifat fungistatik jauh lebih banyak dibanding tanpa infeksi. Pada tanaman jagung yang terinfeksi mikoriza mengandung asam amino 3-10 kali lebih banyak dari pada tanpa infeksi mikoriza. Bila patogen lebih dahulu menyerang tanaman sebelum infeksi cendawan mikoriza, maka mikoriza tidak akan berkembang pada perakaran tanaman.

PENUTUP
            Keberadaan cendawan dalam tanah ada yang bermanfaat, juga tidak bermanfaat, bahkan menjadi masalah pada tanaman. Dalam lingkungan tumbuh tanaman (Rhizosfer) terdapat komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik seperti cendawan, bakteri, dan nematoda, ada yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian tanaman, juga untuk membantu penyerapan unsur hara dan air, dalam tanah. Salah satunya adalah cendawan mikoriza, yang diketahui dapat berassosiasi dengan akar tanaman, sehingga dapat membantu dalam hal penyerapan unsur hara dan air.
 Mikoriza yang menginfeksi tanaman, maka akan membentuk hifa eksternal sehingga memperluas permukaan akar dan menghasilkan senyawa kimia yang menyebabkan lepasnya ikatan hara dalam tanah. Selain itu cendawan mikoriza dapat pula berfungsi sebagai pelindung dari serangan penyakit tertentu seperti patogen Phytopthora, Phytium, Rhizoctonia, dan Fusarium. Perlindungan mikoriza terhadap patogen terjadi karena memanfaatkan karbohidrat lebih banyak dari akar, sebelum dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar, menghasilkan antibiotik, dan memacu perkembangan mikroba saprofitik disekitar perakaran.

DAFTAR PUSTAKA
Aldeman, J. M., and J. B. Morton. 1986. Infectivity of vesicular-arbuscular mychorrizal fungi influence host soil diluent combination on MPN estimates and percentage colonization. Soil Biolchen. 8(1) : 77-83.
Budi, S. W., J.P. Caussanel, A. Trouvelot and A.Gianiazzi. 1998. The biotechnology of mychorrizas In  N.S. Subba and Y.R. Dommergues (Eds.) Microbial interaction in aricultural and foresty science Publishers, Inc., USA. Vol. (1) : 149 – 162.
Davis,  R.M. and J.A. Menge. 1980. Influence of Glomus fasciculatus and soil phosphorus on Phytopthora root rot of citrus. Phytopathologi, 70:447-452.
De la Cruz, R.E., Lavilla and Zarate, J.T. 1992. Aplication of mycorrhiza in bare rooting and direct-seeding Technologies for reforestation. In Proceeding of Tsukuba-Workshop Bio-REFOR.
Harley, J.L., and S.E. Smith. 1983. Mychorrizal Symbiose. Acad. Press. Inc.
Jawal, M., Jumjumidang, Liferdi, Herizal, dan T. Purnama. 2005. Tehnik produksi massal cendawan mikoriza arbuskular (MVA) yang infektif dan efektif sebagai pupuk biologi bibit manggis. Jurnal Stigma XII (4):516-519.
Lambert, D.H., and Cole, H.J. 1980. Effects of mycorrhizae on establishment and performance of forage species in mine soil. Agro. J. 72:527-260.
Liderman, R.G. 1988. Mychorrizal interaction with the rhizosphere microflora. The mychorrizosphere effect. Phytopathology. 78(3):366-371.  
___________. 1996. Role of VAM fungi in biocontrol. In mycorrhizae and plant health. F.L. Pleger and R.G. Linderman (eds.), APS Press, the American phytopathologycal society, St. Paul. Minessota.
Matsubara, Y., T. Karikomi, M.Ikuta, H. Hori, S. Ishikawa, and T. Harada. 1996. Effect of abuscular mycorrhiza fungus inoculation on growth of apple seedling. J. Japan, Soc. Hort. Sci. 65(2):297-302.




















Mosse, B. 1981. Vesicular-arbuscular mycorrhizal research for tropical Agriculture. Res. Bull. 82p.
Setiadi, Y. 2000. Pemanfaatan Mikro-organisme Dalam Kehutanan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB
Tisdall, J.M. 1991. Fungal hyphae and structural stability of soil. Aust. J. Soil. Res. 29:729-743.
Trappe, J.M. and N.C. Schenck. 1982. Taxonomy of fungi forming endomycorrhizal. In N.C. Schenck (eds.) Phytopat. Soc. St. Paul. Minnesota. Pp1-9.

SENYAWA BERACUN DALAM BAHAN BAHAN PANGAN


BAB  X
SENYAWA BERACUN DALAM BAHAN BAHAN PANGAN

A.    Senyawa Beracun Alamiah
Sejumlah jenis bahan makanan sudah mengandung bahan beracun secara alamiah sejak asalnya. Racun ini berupa ikatan organik yang disintesa (hasil metabolisme) bahan makanan, baik makanan nabati maupun bahan makanan hewani, seperti jenis ikan tertentu, kerang-kerangan dan sebagainya.
Biasanya masyarakat setempat telah mengetahui dari pengalaman, bahwa jenis-jenis makanan tersebut mengandung bahan beracun, tetapi mereka tokh mengkonsumsinya karena berbagai sebab. Ada yang karena terpaksa tak ada bahan makanan lain lagi karean daerahnya dan juga masyarakatnya sangat miskin. Tetapi ada juga karena bahan makanan yang beracun tersebut merupakan makana yang sangat disenangi dan erupakan suatu kelesatan tersendiri, kalau mengetahui cara mengolah dan memasaknya sebelum dikonsumsi. Tambahan pula keracunan tidak selalu timbul, hanya kadang-kadang saja, sehingga tidak dirasakan sebagai suatu bahaya yang terlalu besar.
Singkong (Manihot utilissima) merupakan bahan makanan pokok di daerah-daerah tertentu yang tanahnya kurang subur dan kurang air serta masyarakat miskin. Kandungan sianida dalam singkong sangat bervariasi. Kadar sianida rata-rata dalm singkong manis dibawah 50 mg/kg berat asal, sedangkan singkong pahit diatas 50 mg/kg. Menuut FAO, singkong dengan kadar 50 mg/kg masih aman untuk dikonsumsi manusia. Bahan makanan ini suatu ikatan organic yang dapat menghasilkan racun biru (HCN) yang sangat toksik: bahkan dahulu dipergunakan untuk melaksanakan hukuman mati kepada terhukum. Rakyat di daerah khusus tersebut mempergunakan singkong sebagai bahan pokok ini sebagai pengganti beras dan jagung, karena tanah yang tadinya subur telah kehilangan kesuburannya dan menjadi gersang kekurangan air, sedangkan rakyatnya sangat miskin. Juga beberapa jenis kacang koro (Macuna spp) dikonsumsi di daerah-daerah tertentu pada masa paceklik, padahal jenis kacang tersebut juga mengandung bahan beracun yang menghasilkan HCN. Tergantung jumlahnya hidrogen sianida dapat menyebabkan sakit sampai kematian (dosis yang mematikan 0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan).
Jengkol (Pithecolobium lobatum) juga telah diketahui oleh masyarakat yang mengkonsumsinya, dapat menimbulkan penyakit jengkolan; tambahan pula jenis sayur buah ini baunya tidak sedap bagi sebagian besar anggota masyarakat. Namun bagi sebagian masyarakat yang menyukainya, sebaliknya jengkol ini merupakan makanan khusus yang baunya sangat disukai, sehingga jengkol yang mengandung asam jengkol yang menimbulkan gejala-gejala keracunan jengkol ini dipandang sebagai suatu makanan khusus dan menjadi suatu kelesatan tersendiri. Urine mereka yang mengkonsumsi jengkol inipun mempunyai bau yang khas jengkol ini.
Tempe Bongkrek yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat di daerah Banyumas. Setiap tahun masih terus jatuh korban kematian karena keracunan setelah mengkonsumsi tempe bongkrek ini, tetapi masyarakat masih tetap menyukai dan mengkonsumsinya.     
Komprey (symphytum sp) pernah sangat populer di Indonesia sebagai obat kanker, baik dalam bentuk kapsul, pil, atau teh. Komprey juga merupakan satu-satunya tanaman yang telah diketahui mengandung vitamin B12 (6,3 mg/g). Sebaliknya komprey setelah diteliti ternyata mengandung dua jenis alkaloid pirolizidina yang dikenal sebagai simfitin dan ekidimin. Konsentrasi ekidimin bisanya hanya sepertiga konsentrasi simfitin yang disuntikkan intapertonal sebanyak 13 mg/kg berat badan pada tikus-tikus percobaan (20 ekor) ternyata menyebabkan 40% dari tikus-tikus percobaan tersebut setelah 650 hari menderita tumor hati (Winarno, 1982).
Bermacam–macam senyawa beracun yang sering kali terdapat dalam bahan nabati dapat dilihat pada tabel berikut ini.







Table 9.6.  Batas Maksimum Penggunaan Pemutih dan Pematang Tepung (Flour Treatment Agent)

Nama Toksin
Senyawa kimia
Sumber
Gejala Keracunan
Proteasa Inhibitor
Protein
BM: 4.000-24.000
Kacang-kacangan, kacang polong, kentang, ubi jalar, biji-bijian
Pertumbuhan dan penggunaan makanan kurang baik, pembesaran kelenjar pankreas
Hemaglutinin
Protein
BM: 10.000-124000
Kacang-kacangan, kacang polong,
Pertumbuhan dan penggunaan makanan kurang baik, penggupalan butir darah merah (invitro)
Saponin
Glikosida
Kedelai, bit, kacang tanah, bayam, asparagus
Hemolisis butir darah merah
Glikosinolat
Tioglikosida
Kol dan sejenisnya, lobak, mustard
Hipotiroid dan pembengkakan kelenjar tiroid
Sianogen
Glukosida sianogenetik
Kacang-kacangan, kacang polong, rami, buah-bauhan berbiji keras, singkong, linseed
Keracunan HCN
Pigmen gosipol
Gosipol
Biji kapas
Kerusakan hati, pendarahan, pembengkakan.
Latirogen
ß-aminopropio-nitril dan turunannya asam ß-N-Oksalil-L-α, ß-diamino
Vetch, chickpea

Chikpea
Osteolatirisme (susunan kerangka tak sempurna) Neurolatirisme
Alergi
Alergen
Protein (?)
Semua bahan pangan
Kanker hati dan organ lain.
Sikasin
Metilazoksi-metanol
Biji-bijian dari genus Cycas
Anemia hemolitik yang akut
Favison
Vasin dan konvisin (pirimidin-ß-glukosida)
Kacang-kacang fava beans
Merangsang syaraf pusat, kelumpuhan organ pernapasan
Fitoaleksin
Furan sederhana (ipomeamarone)
Ubi jalar
Pulmonary edema, kerusakan hati dan ginjal

Benzofuran (prosalin)
Seledri, parsnips
Sensivitas kulit terhdap sinar matahari

Asetilenat furans (wyrone)
Broad beans


Isoflavonoid (pisatin dan faseolin)
Peas, french beans
Cell lysis in vitro
Pirolizidin alkaloid
dihipropiroles
Families compositae and borag inaccae; herbal teas
Kerusakan hati dan paru – paru, karsinogen
Safrol
Allyl-sibtutited benzene
Sassafras, lada hitam
Karsinogen
α- Amantin
Bicyclic octapeptides
Amanita phalloid, jamur
Salvia, muntah-muntah, konvulsi, meninggal
Atraktilosida
Glikosida steroid
Theistle (Atractylis gummifera)
Glikogen deplesi
Pikirizida **
(?)
Biji bengkuang

*fennema (1997) ** Poerwosoedarmo dan sediaoetama (1977) dalam Winarno (2002)
            Kandungan racun dalam bahan makanan biasanya rendah sehingga bila dikonsumsi dalam jumlah normal oleh orang yang kesehatannya normal tidak banyak membahayakan tubuh. Penganekaragamanan makanan dalam menu sangat penting ditinjau dari kemungkinan zat racun tersebut mencapai jumlah ynag membahayakan.
Pengolahan ternyata dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kandungan racun dalam bahan pangan. Seperti misalnya singkong, kulitnya dikupas dulu sebelum diolah, singkongnya dikeringkan, direndam sebelum dimasak, dan difermentasi selama beberapa hari. Dengan perlakuan tersebut linamarin banyak yang rusak dan hidrogen sianidanya ikut terbuang keluar sehingga tinggal sekitar 10-40 mg/kg. Disamping itu hidrogen sianida akan mudah hilang oleh penggodokan, asal tidak ditutup rapat. Dengan pemanasan, enzim yang bertanggung jawab terhadap pemecahan linamarin menjadi inaktif sehingga hidrogen sianida tidak dapat terbentuk. Glikosidanya sendiri pada umumnya bukan merupakan racun. Walaupun demikian, masih terdapat banyak kontradiksi terhadap akibat konsumsi glikosida yang belum terurai, karena ternyata bakteri–bakteri yang ada pada saluran pencernaan bagian bawah dapat memecah glikosida tersebut menjadi hidrogen sianida.
Mimosin, banyak terdapat di dalam biji lamtoro atau petai cina (Leucae naglauca), bersifat sangat mudah larut dalam air. Cara menghilangkan atau menurunkan senyawa beracun tersebut dilakukan dengan merendam biji lamtoro dengan air pada suhu 70oC (24 jam) atau pada 100oC selam 4 menit. Dengan cara tersebut kandungan mimosin dapat diturunkan dari 4,5% menjadi 0,2% atau penurunan sebanyak 95% (Costillo, 1962 dalam Winarno, 2002). Demikian juga dengan proses pembuatan tempe kadar mimosin dapat banyak dikurangi, kandungan mimosin dalam biji lamtoro gung 63 mg/kg dan dalam tempe lamtoro tinggal 0,001 mg/kg (Dewi Slamet, 1982 dalam Winarno, 2002). Bila bereaksi dengan logam, misalnya besi, mimosin akan membentuk senyawa kompleks yang berwarna merah.

                                    Gambar 10.1   Struktur asam jengkolat

            Biji kapas mengandung 0,4-1,7% pigmen gosipol dan pigmen lain yang serupa. Senyawa gosipol ini reaktif dan menyebabkan gejala-gejala keracunan pada hewan peliharaan maupun hewan percobaan. Adanya gosipol dalam biji kapas akan menurunkan nilai nutrisi tepung biji kapas yang merupakan sumber protein nabati.
Gambar 10.2. Gosipol
B.     Senyawa Racun dari Mikroba
            Sebelum membahas senyawa racun dari mikroba, perlu terlebih dahulu dipahami dua istilah yang mirip pengertiannya, yaitu infeksi dan keracunan. Infeksi adalah suatu istilah yang digunakan bila seseorang setelah mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung bakteri patogen mendapat gejala-gejala penyakit. Keracunan yang disebut juga intoksikasi disebabkan mengkonsumsi makanan yang telah mengandung senyawa beracun yang diproduksi oleh mikroba, baik bakteri maupun kapang.
            Beberapa senyawa racun yang dapat menyebabkan intoksikasi adalah bakteri clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas cocovenenans sedang dari kapang, biasanya disebut mikotoksin yaitu Aspergillus flavus, Penicillium sp, dan lain sebagainya.
Pencemaran makanan dapat pula terjadi dengan mikroba atau jasad renik yang kemudian menghasilkan racun dan ikut tertelan bersama makanan tersebut; dapat menyebabkan keracunan makanan (Food intoxication) .
Jenis coccus sering mencemari makanan kue basah, yang tidak disimpan cukup hygenik dan telah aak lama disimpan di udara terbuka sebelumm dikonsumsi. Jenis coccus yang pathogen dapat tumbuh subur dan menghasilkan exotoxin maupun endotoxin; bahan toksik ini kemudian ikut termakan. Exotoxin ialah racun yang dihasilkan  kemudian dikeluarkan dari sel mikroba, sedangkan endotoxin tetap di dalam sel mikroba, tetapi setelah mikroba mati dan dihancurkan di dalam saluran pencernaan, endotoxin tersebut keluar  sari sel dan menyebabkan keracunan. Di sini yang menyebabkan penyakit bukan mikrobanya secara infeksi, tetapi bahan beracunnya yang telah dihasilkan oleh mikroba tersebut, tidak peduli mikrobanya masih hidup atau tidak.
 1. Clostridium botulinum     
            Senyawa beracun yang diproduksi clostridium botulinum disebut botulinin dan keracunan yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung botulinin disebut botulisme. Botulinin merupakan neurotoksin yang sangat berbahaya bagi manusia dan sering kali akut damn menyebabkan kematian.
            Gejala-gejala botulisme timbul dalam waktu 12 hingga 36 jam. Dimulai dengan gangguan pencernaan yang akut, mual, muntah-muntah, serta pusing. Kemudian diikuti dengan terjadinya pandangan ganda, setiap benda terlihat menjadi dua, sulit menelan dan berbicara, kemudian diikuti klumpuhan saluran pernapasan dan jantung dan kematian terjadi karena kesulitn bernapas. Korban dapat meninggal dalam waktu tiga sampai enam hari.
            Botulinin merupakan sebuah molekul protein dengan daya keracunan yang sangat kuat; satu mikrogram saja sudah cukup membunuh seorang manusia. Untungnya karena merupakan protein, botulinin bersifat termolabil dan dapat diinaktifkan dengan pemanasan pada suhu 80oC selam 30 menit.
            Botulinin dapat diproduksi oleh beberapa jenis clostridium botulinum yaitu tipe A,B C, D, E, F, dan G. Tipe yang paling berhaya adalah tipe A dan B, sedangkan tipe E dan F dalam derajat yang lebih lemah juga tetap berbahaya bagi manusia. Garam dengan konsentrasi 8% atau lebih serta pH 4,5 atau kurang dapat menghambat pertumbuhan C, botulinum sehingga produksi botulinin dapat dicegah.

2. Pseudomonas cocovenenans
            Senyawa beracun yang dapat diproduksi oleh Pseudomonas cocovenenans adalah toksoflavin dan asam bongkrek. Kedua senyawa beracun tersebut diproduksi dalam jenis makanan yang disebut tempe bongkrek, suatu tempe yang dibuat dengan bahan utama ampas kelapa. Pada umumnya tempe bongkrek yang jadi atau berhasil dengan baik (kompak dan berwarna putih) hanya ditumbuhi kapang tempe rhizopus oligosporus, tetapi tempe yang gagal dan rapuh disamping R. Oligosporus biasanya juga tumbuh sejenis bakteri yang diebut Pseudomonas cocovenenans, bakteri yang sebenarnya tidak dikehendaki ada dalam tempe bongkrek. Bakteri inilah yang menyebabkan terbentuknya toksin dalam tempe bongkrek.
            Toksoflavin (C7H7N5O2) merupakan pigmen berwarna kuning, bersifat flouresens, dan stabil terhadap oksidator. LD50 toksoflavin adalah 1,7 mg per kg berat badan.
Gambar 10.3. Asam bongkrek

Asam bongkrek (C28H38O7) merupakan asam trikarboksilat tidak jenuh. Dosis fatal untuk monyet 1,5 mg per kg berat badan, sedangkan untuk tikus 1,41 kg per berat badan. Asam bongkrek bersifat sangat fatal dan biasanya merupakan penyebab kematian. Hal ini disebabkan toksin tersebut dapat mengganggu metabolisme glikogen dengan memobilisasi glikogen dari hati sehingga terjadi hiperglikimia yang kemudian berubah menjadi hipoglikimia. Penderita hipoglikimia biasanya meninggal empat hari setelah mengkonsumsi tempe bongkrek yang beracun. Tempe bongkrek banyak dikonsumsi di daerah Banyumas dan Tegal di Jawa Tengah. Pertumbuhan Pseudomonas cocovenenans dilaboratorium dapat dicegah bila pH subtrat diturunkan dibawah 5,5 atau dengan penambahan garam NaCl pada subtrat pada konsentrasi 2,75-3,0%.
3. Staphylococcus aureus    
Senyawa beracun yang diproduksi Staphylococcus aureus disebut enterotoksin dan dapat berbentuk dalam makanan karena pertumbuhan bakteri tersebut. Disebut enterotoksin karena menyebakan gastro enteritis. Enterotoksin sangat stabil terhadap panas, dan paling tahan panas ialah enterotoksin tipe B. Pemanasan yang dilakukan oleh proses pemasakan normal tidak akan mampu menginaktifkan toksin tersebut dan tetap dapat menyebabkan keracunan.
Sumber penularan Staphylococcus aureus adalah manusia atau hewan melalui hidung, tenggorokan, kulit, dan luka yang bernanah. Gejala keracunan yang terjadi adalah banyak mengeluarkan ludah, mual, muntah, kejang perut, diare, sakit kepala, berkeringat dingin yang terjadi hanya satu dan dua hari. Sesudah itu, penderita akan sembuh. Biasanya jarang terjadi kematian.
C.      Mikotoksin
            Mikotoksin sebagai metabolit sekunder dari kapang (fungi) merupakan senyawa toksik yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan hewan berupa mikotoksikosis dengan berbagai bentuk perubahan klinis dan patologis yang ditandai dengan gejala muntah, sakit perut, pru-paru bengkak, kejang, koma, dan pada kasus yang jarang terjadi dapat menyebabkan kematian. Namun, perlu dijelaskan bahwa tidak semua kapang memproduksi toksin, bahkan beberapa diantaranya berguna bagi proses pengolahan makanan seperti tempe, tauco, kecap, dan keju. Hingga saat ini telah dikenal 300 jenis mikotoksin, lima jenis diantaranya sering ditemukan dalam bebijian yaitu aflatoksin, vomitoksin, okratoksin A, fumonisin dan zearalenon.






Tabel 10.1. Mikotoksin dalam Beberapa Komoditas dan Efeknya
 Mikotoksin
Komoditas
Sumber Kapang
Efek Kesehatan
Aflatoksin B1, B2, G1 G2
Jagung, kacang tanah dan komoditas lainnya
A.       flavus
Aflatoksin B1 oleh IARC diidentifikasikan sebagai karsinogen potensial bagi manusia. Mempunyai efek terhadap kesehatan pada bebbagai hewankhususnya ayam.
Deoksinivalenol
(DON)
Gandum, jagung dan barley
F. graminearium
F. croowellense
F. Culmorum
Toksisitas pada manusia terjadi di India, Cina, Jepang, dan Korea. Toksik pada hewan terutama babi.
Fumosin B1
Jagung,
F. moniliforme
IARC menduga karsinogen pada manusia. Toksik terhadap babi dan unggas. Penyebab ELEM (Euguine Leucoencephalomalacia), penyakit fatal pada kuda.
Okratoksin A
Barley, gandum, dan komoditasnya
A.       Ochraceus, penicillium, verrucosum
IARC menduga sebagai karsinogen pda manusia. Karsinogen pada uji laboratorium hewan dan babi.
Zaralenon
Jagung, gadum
F. graminearium
F. croowellense
F. Culmorum
IARC mengindentifikasi sebagai karsinogen potensial pada manusia. Mempengaruhi sistem reproduksi pada babi betina.
 
1. Aflatoksin
   Aflatoksin adalah senyawa beracun yang diproduksi oleh Aspergillus flavus, atau oleh jenis Asprgillus lain misalnya A. Parasiticus, aflatoksin dapat digolongkan menjadi aflaktoksi B (flouresencens biru) dan aflatoksin G (flouresencens hijau) serta turunan-turunannya. Jenis-jenis aflatoksin yang telah dikenal dan berhasil diisolasi adalah aflatoksin B1, B2, G1, G2, M1, M2, GM1, B2a, Ro, B3, 1-OCH3B2, dan 1-CH3G2.
            Aflatoksin B2 dan G2 adalah aflatoksin B1 dan G1 yang telah mengalami dehidrasi, sedangkan aflatoksin M1 dan M2 merupakan derivat hidroklisasi dari aflatoksin B1 dan B2. Dari berbagai jenis aflatoksin tersebut, aflatoksin B1 merupakan jenis yang paling beracun terhadap beberapa jenis ternak terutama kalkun dan bersifat karsinogenik pada hati.
Gambar 10.4. Aflatoksin

   Batas maksimum kandungan aflatoksin yang diperbolehkan dalam bahan makanan di Amerika Serikat adalah 20 ppb, sedang di Australia 15 ppb untuk kacang tanah dan 5 ppb untuk bahan bukan kacang tanah. Untuk menangani masalh KKP di daerah miskin, FAO/WHO mengijinkan sampai batas maksimum bagi makanan yang diberiakn sebagai bahan makanan campuran (BMC). Hal ini mungkin memberi peluang agar sumber protein lokal dapat digunakan lebih banyak. Dilaporkan bahwa hasil ternak seperti susu segar, telur dan daging di Pulau Jawa telah tercemar oleh aflatoksin M1 dan B1 seperti disajikan pada          Tabel 10.2.
Tabel 10.2. Cemaran Aflatoksin pada Produk hasil peternakan di Pulau Jawa 
Bahan pangan
Aflatoksin
Kadar rata – rata
Susu, Boyolali (25)*
M1
1,69
Susu, Bogor (12)
M1
0,04-0,17
Telur itik, Blitar (10)
B1
0,37
Hati ayam broiler, Jabar (31)
M1
12,07
Telur ayam ras, Bandung (20)
M1
0,123
Daging ayam broiler (31)
M1
7,36
Daging sapi, Jabar (30)
B1
0,456-1,139
Hati sapi, Jabar (20)
B1
0,33-1,44
Susu sapi, Jabar (37)
M1
0,13
*total Sampel



  2. Deoksinivalenol (DON)
   Deoksinivalenol (DON, vomitoksin) adalah mikotoksin jenis trikotesena tipe B yang paling polar dan stabil yang diproduksi oleh kapang (fusarium graminerium (Gibberella zeae) dan F. Culmorum): stabil secara termal karena itu sangat sulit untuk menghilangkannya dari komoditas pangan. Keberadaan DON kadangkala disertai pula oleh mikotoksin lain yang dihasilkan oleh Fusarium seperti zearalenon, nivalenon (dan trikotesena lain) dan juga fumonisin. DON antara lain dapat menyebabkan terjadinya mikotoksikosis pada hewan.
   DON banyak terdapat pada tanaman biji-bijian seperi gandum, barley, oat, gandum hitam, tepung jagung, sorgum, tritikalus, dan beras. Pembentukan DON pada tanaman pertanian tergantungpada iklim dan sangat bervariasi antara daerah dengan geografis tertentu. Karena senyawa ini stabil, DON dapat pula ditemukan pada produk sereal seperti sereal untuk sarapan, roti, mie instan, makanan bayi, malt dan bir.
Gambar 10.5.  Deaoksinivalenol

   Toksisitas akut DON diperlihatkan pada babi dengan gejala keracunan seperti muntah-muntah, tidak mau makan, penurunan berat badan dan diare. Menurut IARC tahun1993, DON tidak diklasifikasikan bersifat karsinogen pada manusia. DON tidak mutagen pada bakteri, namun pada studi in vivo dan in vitro ditemukan adanya penyimpangan pada kromosom yang mengindikasikan DON genotoksik.
3. Fumonisin
   Fumonisin termasuk kelompok toksin fusarium yang dihasilkan oleh kapang Fusarium sp., terutam F.moniliforme dan F.proliferatum. Kapang lain yang juga mampu memproduksi fumonisin, yaitu F. Nygamai, F. Anthiphilum, F.diamini dan F.napiforme.
  F.moniliforme tumbuh pada suhu optimal antara 22,5-27,50 oC dengan suhu maksimum 32-370oC. Kapang fusarium ini tumbuh dan tersebar diberbagai negara di dunia, terutama negara beriklim tropis dan subtropis. Komoditas pertanian yang sering dicemari kapang ini adalah jagung, gandum, sorgum, dan berbagai produk pertanian lainnya.
   Hingga saat ini telah diketahui 11 jenis senyawa Fumonisin, yaitu Fumonisin B1 (FB1), FB2, FB3, dan FB4, FA1, FA2, FC1, FC2, FP1, FP2, dan FP3. Diantara jenis fumonisin tersebut, FB1 mempunyai toksisitas yang dan dikenal dengan juga dengan nama makrofusin. FB1 dan FB2 banyak mencemari jagung dalam jumlah cukup besar dan FB1 juga ditemukan pada beras yang terinfeksi oleh F.proliferatum.
4. Okratoksin A
   Okratoksin A (OTA) merupakan jenis mikotoksin yang banyak mengkontaminasi komoditas pertanian dan pakan. Okratoksin A ini diketahui pertama kali pada tahun 1965 di Afrika Selatan yang diproduksi oleh kapang Aspergillus ochraceus. OTA dapat juga dihasilkan oleh kapang penecillium verrucosum dan P. Viridicatum (umumnya subtropis) dan A. Carbonarius (umumnya tropis). Selain OTA terdapat okratoksin B (C20H19NO6),                            C (C22H22ClNO6) a dan b. OTA merupakan molekul yang cukup stabil, dan dapat bertahan pada produk olahan bahan pangan.
   OTA pertama kali ditemukan sebagai kontaminan alami pada sampel jagung. Konsentrasi OTA biasanya kurang dari 50 mcg/kg (ppb); namun jika diproduk pangan tersebut disimpan dengan cara yang tidak baik maka konsentrasi OTA tersebut bisa meningkat. Senyawa ini terdapat pada produk seperti kopi, bir, buah kering, wine, kakao, dan kacang-kacangan. Keberadaan OTA juga ditemukan selama proses pembuatan bir, roti, sereal sarapan dan pengolahan kopi, pakan, dan daging.
Gambar 10.6. Okratoksin

   OTA merupakan mikotoksin yang bersifat teratogenik, mutagenik dan karsinogenik dan berpotensi menyebabkan kerusakan terutama pada hati dan ginjal (akut maupun kronis). OTA dapat pula menyebabkan gangguan pada sistem kekebalan untuk sejumlah spesies mamalia.
5. Zearalenon
   Zearalenon merupakan toksin estrogenik yang dihasilkan oleh kapang fusarium graminearum, F. Tricinctum, dan F. Moniliforme. Kapang ini tumbuh pada suhu optimum 20-250oC dan kelembaban 40-60%. Zearalenon pertama kali diisolasi pada tahun 1962. Mikotoksin ini cukup stabil dan tahan terhadap suhu tinggi.
Gambar 10.7. Zearalenon

   Hingga saat ini paling sedikit terdapat 6 macam turunan zearalenon, diantranya α-zearalenon yang memiliki aktifitas estrogenik 3 kali lipat daripada senyawa induknya. Senyawa turunan lainnya adalah 6,8-dihidroksizearalenon,           8-hidroksizearalenon, 3-hidroksizearalenon, 7-dehidrozearalenon, dan                        5-formilzearalenon. Komoditas yang banyak tercemar zearalenon adalah jagung, gandum, kacang kedelai, beras dan serelia lainnya.
D.  Residu Peptisida dan Insektisida
Peptisida yag jumlahnya ratusan bahkan ribuan yang telah beredar dipasaran dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok: 1) berdasarkan zat kimianya, menjadi pestisida organik dan anorganik; 2) berdasarkan tujuan dan sasarannya, pestisida dapat dibedakan menjadi golongan insektisida (serangga), herbisida, fungisida, nematosida (cacing), rodentisida (tikus), bakterisida dan sebagainya.
Berbagai jenis insektisida pada mulanya berasal dari zat anorganik, yaitu logam berat yang beracun seperti misalnya timbal, antimon, arsen, merkuri, selenium, sulfur, thallium, zink dan fluorine. Sebelum Perang Dunia II, praktis seluruh insektisida berasal dari zat anorganik.  Baru setelah perang dunia berakhir muncul insektisida sintesis dari bahan organik yang disebut DDT (Dichlorodiphenyltrichloroethan), yang sangat manjur dalam memberantas hama tanaman. Daya racunnya terutama dapat mengganggu transmisi axonic dari impuls-impuls syaraf, dan karena itu mengganggu sistem syaraf terutama otak.
Sejak itu beberapa senyawa sejenis DDT, yang dikenal sebagai insektisida organokhlorin, mulai, berkembang pesat. Diantara senyawa-senyawa tersebut yang memiliki toksisitas tinggi adalah endrin, sedangkan sisanya memiliki toksisistas sedang seperti : DDT, aldrin, lindane, BHC, heptachlor, chlordane, dicofol dan lain sebagainya.
Insektisida organophosphorus pertama muncul dengan nama tepp dan psarathion, diikuti malthion dan kemudian disusul dengan diazinon. Kini bahkan telah dapat dihasilkan organophosphorus yang berbentuk cairan dan padatan yang masing-masing dikenal sebagai phosposphorothioathes dan phosphorodithioathes.
Daya kerja kedua racun tersebut pada serangga dan mamalia ialah dengan cara menghambat enzim chlorineterase (ChE) yang secara normal dapat memecahkan neurotransmitter acetylcholine (Ach). Karena itu daya kerjanya bukan pada axonic tetapi pada ganglion, jadi mula-mula hiperaktif, konvrilsi dan kemudian diikuti dengan kelumpuhan. Pada tahun 1953, kembali muncul insektisida organik yang baru, yang disebut kelompok carbamate. Insektisida pertama muncul dengan nama carbaryl (Sevin), memiliki kerja analog, yaitu carbamylating enzim, sehingga menghambat cholorienasterase.
Carbaryl serta carbamate lainnya sangat cepat dimetabolisis baik oleh tanaman maupun dalam sistem biologis hewan. Hal ini berarti proses degradasinya sangat cepat, sehingga sebagian besar ternak dapat mengeluarkan sebagian besar carbaryl yang tercerna dalam waktu 24 jam.
Carbofuran (furadan) termasuk kelompok insektisida carbamate yang banyak digunakan dipertanian untuk berbagai tujuan. Tingkat toksisitasnya pada mamalia cukup tinggi bila dikonsumsi melalui mulut. Insektisida ini jug sangat cepat termetabolisis oleh tanaman dan serangga serta binatang berderajat tinggi.
Kini beberapa jenis carbamate banyak ditemui dipasaran diantaranya propoxur (Baygon), pirimicarb, metal adicarb, kamat, methiocarb, dan lain sebagainya. Golongan carbamate yang tinggi daya toksisitasnya adalah adicarboxamyl carbofuran (Furadan), methomyl, methyocarb, dan zeetran.
Organokhlorin merupakan insektisida yang banyak digunakan dibanding dengan pestisida lain karena memiliki afinitas terhadap tenunan biologi sangat tinggi. Hal ini berarti semakin tinggi derajat makhluk tersebut, semakin mudah menyerap residu. Insektisida organophosphorus sulit diserap dalam tenunan biologi, kecuali pada makhluk air terutama moluska yang mampu menyerap diazinon sampai 450 ppm dari air atau tanah. Jumlah tersebut akan dapat membahayakan bila dikonsumsi oleh manusia maupun ternak. Bila insektisida tersebut terserap oleh ikan, biasanya akan menyebabkan ikan mati. Karena insektisida tersebut sangat beracun pada ikan, maka bila terserap oleh jaringan tubuh ikan, senyawa tersebut jarang terdapat secara utuh dalam waktu lebih lama dari satu minngu (Macek, 1970).    
1. Polychlorinated Biphenlys (PCBs)
   Polychlorinated Biphenlys adalah senyawa yang mengandung klorin tinggi yang biasanya berasal dari industri plastik, sering dibuang dan mencemari lingkungan. Senyawa ini tidak pernah digunakan sebagai pestisida. Tetaapi karena struktur kimianya mirip dengan insektisda organoklorin, maka penting dibahas disini, sebab dalam analisis sering dilaporkan sebagai DDT. Dalam menganalisis residu PCB menggunakan gas liquid chromatography, ternyata waktu retensi dari PCB, DDT, dan DDE, serta organoklorin lainnya yang hampir sama. Sehingga tidaklah mustahil bahwa beberapa hasil analisis DDT mungkin keliru dengan PCB. Untuk menghindari hal tersebut, perlu dilakukan analisis pembanding dengan menggunakan TLC, clumn Chomatography atau Mass Spectrography.
   PCB bersifat racun pada burung dan biasanya terikut dalam rantai makanan manusia. Selain itu, PCB bekerja sinergis dengan organokhlorin. Maught (1973) menyatakan kemungkinan terjadinya PCB dari uap DDT oleh sinar matahari di atmosfir.
2. Fungisida dan Herbisida
Sebagian besar fungisida organik bersifat “biodegradable” dan terdapat dalam tanah hanya beberapa hari saja. Selain itu memiliki daya keracunan terhadap mamalia yang rendah, tidak terserap oleh bahan biologis, dan diserap oleh lingkungan dalam jumlah yang kecil.
Jenis fungisida yang sering digunakan diperkebunan buah dan sayur adalah benomyl dan methyl thiophanate. Pestisida yang mengandung merkuri banyak digunakan dalam bentuk fungisida untuk benih-benih biji tanaman, dengan dosis 10 ppm. Keracunan merkuri pada ternak dan manusia biasanya disebabkan oleh lingkungan dalam jumlah kecil.
Penggunaan herbisida masih jauh lebih rendah bila dibanding dengan organokhlorin, demikian juga dengan daya keracunannya terhadap mamalia. Herbisida biasanya tidak terakumulasi dalam bahan biologi. Sedangkan dalam tanah, sebagian besar herbisida organik dapat dipecahsangat cepat, meskipun ada kekecualiannya, seperti cetrazine, momizon, dan sebagainya. Sedangkan herbisida yang paling tahan dalam tanah adalah propazin, diikuti oleh pichloran dan simazin.
Masalah utama bagi kesehatan adalah apabila mengkonsumsi benih yang telah diberi herbisida atau fungisida tersebut secara tidak sengaja. Pada tahun 1973 suatu malapetaka serius terjadi di Irak, dimana sebanyak 500 orang meninggal dunia dan 6.000 orang terpaksa harus dirawat karena mengkonsumsi benih yang telah diberi herbisida (Edwards, 1981).
Arsen banyak digunakan untuk pembuatan herbisida dengan zat aktifnya sodium arsenat, meskipun sangat beracun tetapi arsen yang masuk ke tubuh melalui mulut (makanan) sebagian besar akan dikeluarkan dari badan secara cepat, dan hanya sedikit sekali yang tersimpan dalam tenunan tubuh. Keracunan arsen lebih banyak terjadi karena sengaja atau kecelakaan karena kekeliruan, sedangkan keracunan akibat residu masih sangat jarang terjadi.
Meskipun menggunakan DDT telah dilarang digunakan sejak tahun 1974 dan penggunaan terbatas untuk memberantas faktor penyakit malaria sampai akhir tahun 1995, hingga saat ini masih ditemukan residu organoklorin pada produk ternak serta produk lainnya.
Selain itu, simplisa daun wungu (Graptophyllum pictum (L) Grift) di Tawamangu mengandung residu lindan dengan kadar 0,24 mg/kg dan aldrin 0,31 mg/kg serta pegagan di Mabako mengandung heptaklor 0,15 mg/kg dan op-DDE 0,11 mg/kg. Lebih jauh dilaporkan bahwa lemak ASI ibu-ibu, tiga diantaranya sebagai petani sayur di wilayah puncak Bogor juga tercemar DDT dengan kadar hingga 17,7 mg/kg.                Batas yang disarankan (WHO/FAO, 1972) untuk DDT dan dieldrin masing-masing 1,25 dan 0,15 ppm.
E.       Residu Obat Ternak  
               Residu obat-obatan ternak yang dimaksud meliputi senyawa induk (parent compound) serta hasil metabolisme yang tertinggal sebagai residu pada bagian hasil ternak yang dapat dimakan, demikian pula dengan residu yang ada kaitannya dengan pencemaran (impurities) yang terdapat pada obat-obatan ternak itu sendiri. Pada umumnya obat-obatan ternak digunakan untuk beberapa tujuan yang berbeda, yaitu untuk tujuan pencegahan dan pengobatan penyakit, perangsang pertumbuhan, mengendalikan reproduksi, dan menekan terjadinya stress pada ternak sebelum ternak dipotong. Obat-obatan yang banyak digunakan adalah obat anti bakteri, anti kuman, anti jamur, anti parasit dan obat anti cacing. Obat-obatan ternak yang kini populer bagi ternak adalah obat-obatan yang dirancang dapat digunakan untuk seluruh ternak, baik dengan aplikasi melalui ransum atau melalui air melalui air minumnya.
               Salah satu praktik yang biasa dilakukan di peternakan adalah penambahan obat-obatan ternak anti bakteri ke dalam ransum pakannya untuk tujuan meningkatkan laju pertambahan berat atau meningkatkan laju efiensi ransum, contohnya ionosphores. Ionosphores ini adalah suatu jenis antibiotika yang penting peranannya dalam pemindahan ion-ion. Mula-mula zat tersebut digunakan dan dikembangkan sebagai anti penyakit koksidiosis pada ayam, tetapi selama dasawarsa terakhir ini penggunaan obat-obatan tersebut meningkat tajam, khususnya bagi ternak sapi pedaging dan unggas agar laju pertumbuhannya cepat.
               Disamping itu obat-obatan anabiotik atau hormon perangsang pertumbuhan sering pula digunakan untuk memprbaiki poduksi daging daging sapi, domba dan unggas. Berbagai jenis hormon yang memiliki potensi keaktifan tinggi sering digunakan untuk mengendalikan reproduksi pada ruminan maupun babi, baik untuk mengendalikan fertilitas maupun program breeding, seperti prostaglandins serta analog-analognya.
          Beberapa obat penenang (tranquilizers) dibaerikan kepada ternak-ternak sebelum dipotong untuk mencegah ternak berontak atau mengamuk sebelum ternak tersebut dipotong. Demikian juga betaadrenogenic blocking agent diberikan pada ternak untuk menekan terjadinya stress selama transportasi ternak.   
Akan tetapi ternak-ternak yang baru saja mendapat suntikan obat-obatan dan harus segera dipotong, tentu saja dapat meninggalkan residu obat-obatan di dalam dagingnya dalam jumlah yang besar. Sedangkan jumlah residu obat-obatan ternak dalam tenunan hasil ternak dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Gangguan terhadap kesehatan manusia ini dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek, yaitu aspek toksikologis, mikrobiologis, dan immunopathologis.
Konsekuensi toksikologis dari residu obat-obatan ternak persis sama dengan residu pestisida dan zat-zat aditif. Karena itu metoda yang telah dikembangkan untuk senyawa tersebut seperti penentuan ADI (acceptable daily intake) dapat diterapkan dalam evaluasi keamanan bagi residu obat-obatan ternak dalam makanan, yaitu dengan menetukan nilai atau kadar residu maksimum yang diizinkan yang dikenal sebagai nilai MRL (Maximum Residu Limit).
Guna menentukan tingkat berbahaya atau tidaknya obat ternak perlu diketahui withdrawal time, yaitu kurun waktu antara obat dimasukkan ke dalam tubuh ternak sampai residu obat tersebut memasuki rantai pangan, misalnya susu, daging atau telur. Residu obat-obatan yang diperkirakan akan mampu bertindak sebagai karsinogen (perangsang timbulnya kanker) harus diamati kasus demi kasus, karena senyawa karsinogen tidak memiliki nilai ADI. Residu obat-obatan yang dianggap dapat menjadi karsinogen adalah nitrofurans, nitroimidazoles, grisoefelum, dan beberapa turunan stilbene.
Sebagian besar residu obat-obatan anti kuman penyakit tidak menimbulkan masalah. Sebenarnya yang perlu mendapat perhatian adalah daya anti kumannya. Karena ada kalanya dosis obat-obatan tersebut begitu rendah sehingga mengakibatkan timbulnya turunan bakteri (kuman penyakit tipus misalnya) yang resisten terhadap obat-obatan. Kuman tersebut dapat mengakibatkan atau menularkan penyakit kepada manusia. Hal itu sering terjadi pada pemberian obat ke dalam makanan ternak dengan dosis di bawah dosis pengobatan.
Beberapa obat-obatan dapat bersifat alergi, baik pada ternak maupun manusia, contohnya penisilin. Pada kondisi tertentu hampir semua obat dapat bertindak sebagai antigen yang menghasilkan kekebalan. Khususnya obat-obatan yang telah kadaluarsa atau zat pencemar yang terdapat dalam obat-obatan itu sendiri. Meskipun secara teoritis dapat dibuat suatu pedoman, tetapi dalam prakteknya sulit sekali membuat standar atau batas residu maksimum (MRL) sebagai batas yang memastikan tidak akan timbul immunopathologis.
F.       Pencemaran Logam Berat
1. Timbal
Timbal (Plumbum, Pb) disebut juga timah hitam adalah jenis logam tertua yang pernah dikenal manusia. Hal itu dibuktikan dengan telah ditemukannya peninggalan benda arkeologi dari timbal yang telah berumur 3000 tahun sebelum Masehi. Timbal juga merupakan jenis logam berat yang terbesar ada dalam deposit perut bumi. Timbal ditambang bersama penambangan sulfide dalam bentuk galena, yang mengandung kadar timbal sekitar 1-6%.
Di jaman peradaban kuno, timbal telah banyak digunakan sebagai bahan pengemas atau wadah, atap rumah, saluran air, alat-alat rumah tangga serta berbagai hiasan. Dalam bentuk oksida, timbal banyak digunakan sebagai pigmen atau zat pewarna dalam industry kosmetik dan glace, serta warna dan dekorasi pada keramik, termasuk peralatan dapur. Timbal banyak digunakan untuk mematri atau menyambung logam, seperti; air dan menyolder kemasan kaleng untuk makanan.
Pencemaran timbal pada lingkungan begitu hebat sehingga makanan yang kita konsumsi, air yang kita minum, dan udara yang kita hirup, biasanya telah terkontaminasi timbal. Karena itu, timbal merupakan non-essential trace element yang paling tinggi kadarnya dalam tubuh manusia, yaitu 100-400 mg per orang, tergantung berat badan. Meskipun hampir di setiap tenunan tubuh terdapat residu timbal, tetapi sebagian besar terkontaminasi di dalam tulang serta jeroan hati dan ginjal. Karena alasan tersebut hasil ternak tersebut tinggi kandungan timbalnya.
Sumber kontaminasi timbal berasal dari udara yang tercemari akibat banyaknya gedung-gedung yang dirubuhkan, dari asap yang dikeluarkan melalui knalpot mobil, serta air yang melalui pipa saluran dari timbal atau pematrian timbal. Kontaminasi dalam makanan dapat terjadi melalui kemasan kaleng yang dipatri, zat warna tekstil, atau makanan yang tercemari oleh udara dan air yang telah tercemar oleh timbal. Makanan/jajanan di berbagai stasiun bus dan angkot banyak terekspos debu timbal di udara dengan kadar 2-8 mikrogram/m3. Demikian juga para petugas karcis tol berpeluang menghirup debu timbal pada kadar yang tinggi setiap hari. Di Bandung, sekitar 30-46% pengemudi dan polisi, serta 50% pedagang kaki lima, memiliki kadar timbal di atas normal dalam darahnya, yakni lebih besar dari 40μg/dl darah.
Setiap makanan, termasuk ASI (Air Susu Ibu) telah pula tercemar oleh timbal. Makanan yang dilaporkan tinggi kadar timbalnya adalah makanan kaleng (50-100 μg/kg); jeroan terutama hati, ginjal ternak (150 μg/kg), ikan (170 μg/kg) dan kelompok paling tinggi adalah kerang-kerangan (molusca) dan udang-udangan (crustacean) rata-rata lebih tinggi dari 250 μg/kg.
Jenis makanan yang tergolong rendah derajat kontaminasi timbalnya adalah susu sapi, buah-buahan dan sayuran serta biji-bijian (15-20 μg/kg) sedang daging masih termasuk kadar medium (50 μg/kg). Biasanya hasil tanaman rendah kandungan timbalnya, sayur-sayuran berbentuk daun, lebih tinggi daripada ubi atau biji-bijian. Hasil tanaman yang berasal dari daerah dekat jalan raya atau jalan tol 10 kali lebih tinggi kadar timbalnya dibanding dari daerah pedalaman atau di pedesaan, misalnya kangkung dan bayam yang ditanam di tepi jalan Kota Jakarta kandungan timbalnya rata-rata 28,78 ppm, jauh di atas ambang batas 2 ppm yang diizinkan Ditjen Pengawasan Obat dan makanan.
Yang mengejutkan adalah kadar timbal dalam ASI rata-rata (20-30 μg/kg) relative lebih tinggi dari susu sapi. ASI ibu-ibu yang berdomisili di daerah pinggiran kota lebih tinggi kadar timbalnya (10-30 μg/kg) dari ASI ibu-ibu yang berdomisili di daerah (1-2 μg/kg). jadi ASI ibu pedesaan lebih bersih terhadap cemaran timbal. Telah diperkirakan bahwa jumlah rata-rata konsumsi timbal per orang yang masuk melalui makanan saja lebih dari 300 mg per hari.
Kaleng kemasan dan alat-alat dapur juga dapat merupakan sumber kontaminasi timbal, khususnya alat dapur yang terbuat dari kuningan/tembaga yang dilapisi timah hitam dan timah putih. Kandungan timbal pada peralatan tersebut banyak terlepas dan larut dalam sayur dan lauk pada saat pemasakan.
2. Keracunan timbal
Secara umum tertimbunnya timbal dalam tubuh akan bersifat racun kumulatif, yang dapat mengakibatkan efek yang kontinyu. Terutama pada sistem hematopoietic dan urat syaraf dan ginjal serta mempengaruhi perkembangan otak anak balita. Pada wanita hamil muda, kadar timbal yang tinggi dapat menyebabkan keguguran atau kelahiran premature. Pada kadar yang agak tinggi akan menghambat perkembangan sistem syaraf dan otak janin (fetus) dalam kandungan.
Ion timbal ikut menyebar di setiap kalsium yang bergerak dalam sistem syaraf, sehingga hal itu akan mempengaruhi biokimia dan perkembangan sel-sel otak tanpa membunuh si jabang bayi itu sendiri. Karena air susu ibu sebagian besar berasal dari darah, adanya timbal dalam darah merupakan ancaman tersendiri pada bayi yang akan disusuinya.
Pada wanita usia setengah lanjut maupun yang telah lanjut usia, keracunan timbal dapat mengakibatkan osteoporosis. Osteoporosis adalah penyakit rapuh tulang yang mengakibatkan bengkoknya tulang punggung sehingga menjadi bungkuk. Dr. Ellen Silbergerd (1989) menyatakan bahwa kadar timbal di dalam darah wanita akan meningkat setelah menopause. Hal ini terjadi karena timbal yang biasanya telah disimpan oleh tubuh di dalam tulang, hati dan ginjal; pada saat memasuki menopause terjadi proses perubahan hormonal yang mengakibatkan timbal yang telah dipindahkan ke tulang dan bagian tubuh lain beberapa tahun sebelumnya ditarik kembali masuk ke dalam darah.
Kadar timbal yang cukup tinggi di dalam darah dapat menginaktifkan vitamin D dan akibatnya akan mempengaruhi penggunaan ion kapur (kalsium) di dalam tubuh, dimana adanya vitamin D dan kalsium diperlukan untuk memperkuat struktur tulang. Semakin tinggi kadar timbal dalam tulang wanita semasa muda akan mempertinggi peluang terjadinya osteoporosis ketika wanita tersebut memasuki usia lanjut.
Perubahan hormonal dapat juga mempengaruhi kadar timbal dalam tenunan tubuh wanita yang sedang mengandung atau menyusui. Timbal yang disimpan dalam tulang sebelu wanita itu mengandung, apabila telah mengandung maka timbal ditarik kembali ke dalam darah dan akhirnya masuk ke dalam janin (fetus) melalui ari-ari (placenta).
Anak kecil dan bayi senang sekali pada benda yang manis. Cat mainan anak yang mengandung timbal dan cadmium justru banyak yang manis rasanya, dengan demikian anak-anak senang menggigitnya. Ditambah dengan konsumsi air, makanan dan ASI yang tercemar timbal akan berakibat sangat serius pada anak, yakni sangat membahayakan bagi kecerdasan si anak.
Keracunan timbal pada balita sangat membahayakan perkembangan kecerdasannya. Hal ini disebabkan karena tahun pertama pada kehidupannya, otak mengalami perkembangan yang sangat cepat. Pada saat perkembangan, otak sangat peka terhadap keracunan timbal. Perlu diketahui bahwa pada anak usia 7 tahun, lebih dari 95%pembentukan sel-sel otak telah selesai dan otak telah memiliki ukuran yang sama dengan otak orang dewasa.
Sejak tahun 1972 JECFA (Joint Expert Committee on Food Additives) telah mengeluarkan pedoman batas toleransi konsumsi timbal per minggu, yaitu maksimum 50 μg/kg beratbadan orang dewasa. Sedang untuk bayi dan anak maksimum 25  μg/kg berat badan. Codex Alimentarius Commision (FAO/WHO) telah pula menentukan batas maksimum timbal pada sari buah dan nectar, yang diolah memakai alat-alat logam, yaitu berturut-turut 0,3 dan 0,2 mg/kg. Sedangkan oleh ISO (International Standart Organization) telah ditentukan batas maksimum timbal yang boleh terlepas (bermigrasi) masuk kedalam makanan melalui alat-alat dapur dan alat makan yang etrbuat dari keramik adalah 1,7 mg/dm2 untuk alat yang datar dan 2,5 sampai 5,0 mg/L bagi wadah yang cekung.
Berbagai Negara secara aktif telah melarang produksi kaleng untuk makanan yang sambungannya masih dipatri dengan timbal dan disarankan untuk dilakukan dengan electric welding. Seperti diketahui bahwa makanan yang disimpan dalam kaleng yang dipatri mengandung timbal cukup tinggi (50-100 μg/kg), sedangkan kaleng yang dilas kandungan timbalnya hanya 10 μg/kg.
3. Merkuri
Logam merkuri bila menguap akan mengumpul di udara. Di udara gas merkuri akan turun ke bumi lewat air hujan dan kembali ke tanah dan perairan di muka bmi ini dari danau, sungai hingga laut. Sebagin besar merkuri akan menempel  pada sediment dan diubah menjadi metal merkuri oleh bakteri Methanohacterium omellanskii. Merkuri yang sudah berubah menjadi senyawa metil merkuri tetap akan larut dalam air. Di perairan, metal merkuri masuk ke tubuh ikan lalu terakumulasi pada pemangsa alaminya hingga meracuni manusia. Daya serap metil merkuri di tubuh mencapai 95 persen.
Batas maksimum merkuri yang boleh dikomsumsi adalah 0,3 mg/orang per minggu atau 0,005 mg/kg berat badan, dan dari jumlah tersebut tidak boleh lebih dari 0,0033 mg/kg berat badan sebagai metil merkuri. Merkuri selain meracuni ikan, juga bertanggung jawab terhadap keracunan bahan makanan. Pada gambar 10.8, dapat dilihat jalur keracunan merkuri pada manusia melalui makanan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Gambar 10.8. Jalur keracunan merkuri pada manusia melalui makanan (Wilson et al, 1975).



G.      Residu Monomer Kemasan Plastik
Bahan kemasan pastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebut polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung menyambung menjadi satu dalam polimer. Dalam plastic juga berisi beberapa “aditif” yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisika kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang ditambahkan itu disebut komponen nonplastik, berupa senyawa anorganik atau organic yang memiliki berat molekul rendah. Bahan aditif tersebut dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, menyerap ultraviolet, anti kanker, fungisida dan masih banyak lagi (Crompton, 1979).
Dalam terminology kemasan, migrasi digunakan untuk mendeskripsikan perpindahan dari bahan-bahan yang terdapat dalam kemasan umumnya material plastic ke dalam bahan makanan. Bahan-bahan yang berpindah ke dalam bahan makanan tersebut merupakan hasil dari kontak atau interaksi antara makanan dengan material kemasan. Bahan yang berpindah itu berupa residu polimer (monomer), penstabil, penghalang panas (flame retardant), pewarna dan lain-lain. Bahan “aditif” ini terikat secara kimia atau fisika pada polimer, dalam bentuk asli atau sudah berubah.
Migrasi biasanya dibedakan atas migrasi global dan migrasi spesifik. Pada migrasi global terjadi perpindahan semua komponen kemasan ke dalam bahan makanan, baik yang bersifat toksik maupun tidak. Sedangkan migrasi spesifik adalah perpindahan satu komponen tertentu ke dalam bahan makanan.  Migrasi dipengaruhi oleh empat factor, yaitu : luas permukaan yang kontak dengan makanan, kecepatan migrasi, jenis bhan plastic, dan suhu serta lama waktu kontak.
Migrasi zat-zat plastic, monomer maupun zat-zatr pembantu polimerisasi, dalam kadar tertentu dapat larut ke dalam makanan padat atau cair berminyak (non polar) maupun cairan tak berminyak (polar), tergantung dari jenis plastic yang digunakan. Perpindahan dan pergerakan molekul-molekul kecil dari kemasan plastik berlangsung sacara difusi melalui proses sorbsi. Pergerakan kinetik dari molekul-molekul seperti halnya monomer sangat tergantung pada keadaan dan konsentrasi zat-zat yang termigrasi  serta sifat plastiknya sendiri, yaitu apakah plastic transparan (glassy) atau opague (rubbery). Proses sorbsi dan pergerakan molekul-molekul kecil dalam polimer yang glassy lebih rumit.
Penggunan PVC sebagai bahan pengemas makanan merupakan sumber migrasi vinil klorida. Dilaporkan bahwa sari buah jeruk dan minyak makan mengandung monomer vinil kloria sebanyak 10-40 ppb. Data yang terbaru menyatakan bahwa minyak makan mengandung monomer vinil klorida sebanyak 50 ppb atau kurang dalam 6% sample, 50-1000 ppb dalam 27% sampel, dan 1000-2000 ppb dalam 7% sampel.
Residu vinil klorida termigrasi dengan laju migrasi cukup bervariasi, tergantung kepada lingkungannya. Pada konsentrasi residu vinil klorida awal 0,35 ppm akan termigrasi sekitar 0,020 ppm selama 106 hari kontak pada suhu 25oC. Manomer akrilonitril terlepas keluar plastik menuju makanan atau minuman secara total setelah 180 hari kontak pada suhu 49oC (Sacharow, 1979).
            Dalam penggunaan kemasan plastic perubahan fisiko kimia pada wadah dan makananya tidak mungkin dihindari 100 persen. Para industrialis hanya mampu menekan laju perubahan termasuk migrasi tersebut hingga tingkat minimum sehingga masih dapat memenuhi persyaratan yang ditentukan. Semakin tinggi suhu makanan, maka semakin banyak zat plastic yang mengalami migrasi, masuk dan bercampur dengan makanan., sehingga setiap kita mengkomsumsi makanan tersebut, kita secara tidaksadar mengkomsumsi zat-zat yang termigrasi itu. Semakin lama produk disimpan, maka batas maksimum komponen-komponen yang termigrasi semakin dilampaui. Karena alasan tersebut keterangan batas ambang waktu kadaluarsa bagi produk yang dikemas plastic perlu diberitahukan secara jelas kepada konsumen.
Pada umumnya daya keracunan plastik mengalami migrasi ke dalam makanan, sangat tergantung pada beberapa factor, yaitu : jenis monomer atau oligomer yang terdapat dalam pastik; proporsi yang termigrasi; potensinya bereaksi dengan makanan ; jenis aditif yang dapat digunakan; serta jumlah makanan yang dikomsumi, yang telah mengalami kontak langsung dengan bahan kemas plastic tersebut.
Monomer atau bahan plastic lain termigrasi ke dalam makanan, bila dikomsumsi akan masuk ke dalam pembuluh darah dan akhirnya tertimbun dalam jaringan tubuh dan beberapa di antaranya bersifat karsinogen, yaitu merupakan penyebab terjadinya kanker. Manomer vinil klorida dan akrilonitril merupkan monomer-monomer yang berbahaya karena cukup tinggi potensinya untuk menimbulkan kanker pada hewan dan manusia. Kemasan plastic yang memiliki potensi keracunan memiliki batas ambang maksimum yang lebih rendah misalnya ethyleneglycol 0,5 mg/kg, formaldehyde 5 mg/kg dan vinil klorida 0,005 mg/kg.
Bahaya penggunan kemasan plastic  untuk makanan tidak hanya berasal dari komponen plastic itu saja, tapi juga dapat diakibatkan oleh reaksi antara komponen bahan pangan dengan komponen dalam plastic. Sebagai contoh adalah timbulnya senyawa nitrosoamine yang bersifat karsinogen.
The Codex Commite untuk bahan tambahan dan kontaminan telah merekomendasikan batas 0,01 ppm monomer vinil klorida di dalam makanan. Demkian pula di berbagai Negara maju, berbagai petunjuk dan peraturan penggunaan kemasan plastic telah diberikan. Sebagai contoh Perancis mensyaratkan bahwa kemasan plastic mesti “inert”, tidak merusak citarasa makanan, dan tidak beracun. Italia memberi batas maksimum migrasi tidak boleh dari 50 ppm untuk kemasan berukuran lebih besar dari 250 ml, dan kemasan kecil mempunyai batas maksimum 8 mg/dm2 lembaran film. Di Inggris pengendalian kadar residu vinil klorida dalam VC polymer, tidak melebihi 1 mg/kg bahan. Dan yang digunakan sebagai bahan kemasan yang bersentuhan langsung dengan makanan tidak boleh ada yang bermigrasi ke dalam bahan makanan lebih dari batas deteksi 0,01 mg/kg bahan pangan.
Belanda memberikan toleransi maksimum 60 ppm migrasi komponen plastic ke dalam makanan dan 0,12 mg per cm2 permukaanplastik. Sedangkan di Jerman Barat 0,06 mg per cm2 lembaran plastic dan bagi bahan berbahaya setingkat dengan manomer vinil klorida maksimum 0,01 ppm. Sedangkan Jepang mensyaratkan migrasi maksimum 30 ppm untuk aditif dan monomer yang tidak berbahaya, sedangkan untuk vinil klorida dan monomer lain yang peracunannya tinggi hanya 0,05 ppm atau kurang (Crompton,1979 ;Sachrow, 1979;Food Safety Administratinn of Japan, 1984 dalam Winarno, 2002).


Soal Latihan
1.    Apa perbedaan infeksi dengan intoksitasi?
2.    Apakah senyawa beracun alamiah dalam bahan pangan itu? Berikan tiga contoh senyawa tersebut, sumber dan kecarunan yang ditimbulkannya.
3.    Gambarkan struktur asam jengkolat dan asam bongkrek.
4.    Apakah aflatoksin itu? Keracunan apa yang ditimbulkannya?
5.    Sebutkan dua jenis residu pesitida dan dua jenis residu insektisida yang biasa terdapat dalam bahan pangan.
6.    Sebutkan sumber pencemaran timbal pada bahan pangan dan apa efek logam berat tersebut terhadap manusia