Air ludah adalah cairan di rongga mulut yang diproduksi dan disekresikan oleh kelenjar ludah dan dialirkan ke dalam rongga mulut melalui suatu saluran. Air ludah terdiri dari 98% air dan selebihnya adalah elektrolit, mukus (lendir) dan enzim-enzim. Air ludah dihasilkan hingga 0,5 – 1,5 liter per hari oleh tiga kelenjar ludah mayor dan minor yang berada di sekitar mulut dan tenggorokan untuk memastikan kestabilan di sekitar rongga mulut.
Protein-protein dalam air ludah yang mempunyai sifat antimikrobial terbagi atas protein non imunoglobulin dan protein imunoglobulin. Protein non imunoglobulin meliputi lisozim, laktoferin, sistem peroksidase saliva, sistem mieloperoksidase, berbagai aglutinin seperti glikoprotein liur parotis, mucin, sekresi IgA, beta2-Mikroglobulin, fibronektin, histatin, protein kaya prolin. Protein imunoglobulin meliputi sekretori IgA; IgM; IgG. Selain itu fungsi perlindungan air ludah ini juga dipengaruhi oleh komposisi, viskositas, derajat keasaman, susunan ion dan protein dalam air ludah.
Enzim laktoperoksidase dalam air ludah merupakan enzim oksidatif, dalam kombinasi dengan tiosianat sebagai substrat dari air ludah dan H2O2 dari bakteri memberi hambatan efektif pertukaran zat dan pertumbuhan bakteri tertentu seperti laktobacilli, staphylococcus aureus, streptococcus mutans dan escherenchia coli. Sekitar 60% mikroorganisme flora mulut dapat memproduksi dan mensekresi H2O2 . Efek biologi dari enzim laktoperoksidase yaitu mempunyai aktivitas antibakterial, memperlambat pertumbuhan mikroorganisme,mengkatalis yodasi asam amino tirosin dalam berbagai protein, mengkatalis pembentukan cross- link dalam beberapa protein di antaranya kolagen. (Amerongen, 1991)
Laktoperoksidase dan tiosianat hampir selalu ditemukan dalam air ludah dengan jumlah yang cukup memadai. Hambatan pertumbuhan bakteri oleh air ludah yang kurang memadai dapat disebabkan karena relatif kekurangan H2O2 . Dosis H2O2 sangat penting, karena pada kekurangan H2O2 bakteri mampu mengurangi OSCN- lagi, sedangkan pada kelebihan H2O2 oleh penguraian, OSCN- hilang lagi. Jadi pembentukan H2O2 dengan perlahan-lahan penting untuk mengaktifkan kembali sistem laktoperoksidase yang terdapat di dalam air ludah. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan sistem enzim yang membentuk H2O2 yaitu amiloglukosidase dan glukosa-oksidase dengan reaksi sebagai berikut :
Maltosa ---------------------------------------------- 2 glukosa
AMG
Karena reaksi ini, jumlah mono sakarida di dalam air ludah dinaikkan,
ini dapat dioksidasi oleh enzim glukosa-oksidase dengan membentuk H2O2AMG
Glukosa + O 2 ---------------------------------------- glukonolakton+H2O2
GO
GO
Karena kenaikan H 2 O 2 tersebut ,
oksidase SCN- di dalam air ludah menjadi OSCN- di bawah pengaruh
laktoperoksidase dapat berlangsung lebih cepat, sehingga penghambatan
pertumbuhan mikroorganisme mulut menjadi lebih kuat (Amerongen, 1991).
Lisozim merupakan suatu larutan enzim yang terdapat di dalam cairan sekresi eksokrin seperti air susu ibu, air mata, keringat, lendir hidung dan cairan mulut (saliva). Ada dua macam tipe lisozim, satu tipe ditemukan dalam putih telur ayam dan dikenal sebagai chicken type lisozim-c. Tipe lain ditemukan pada putih telur angsa dan dikenal dengan goose type atau lisozim-goose. Lisozim pada manusia dan kuda merupakan lisozim tipe c (Naim, 2003). Enzim ini mampu menyerang bakteri dengan cara menyerang dinding selnya sehingga menjadi porous dan bakteri kehilangan cairan sel, akhirnya mati. Konsentrasi lisozim di dalam saliva yang tidak distimulasi sekitar 150-250 mg/L. Enzim ini berfungsi efektif sebagai antibakteri apabila bekerja sama dengan laktoferin dan s-IgA (Amerongen, 1991).
Laktoferin adalah suatu protein yang mengikat zat besi, yang pertama kali ditunjukkan dalam air susu ibu, kemudian laktoferin juga ditemukan dalam saliva dan cairan tubuh lain seperti dalam granula lekosit polimorfonuklear. Konsentrasi laktoferin dalam saliva total yang tidak distimulasi sekitar 1 mg/100ml. laktoferin dapat bekerja sebagai bakteriostatik maupun bakterisid pada S.mutans pada konsentrasi 15mg/100ml tetapi pada daerah spesifik seperti dalam plak email gigi, konsentrasi laktoferin dapat meningkat sehingga dapat berfungsi bakterisid. Dalam saliva, laktoferin terikat pada sIgA, sedangkan sIgA sendiri dapat mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada permukaan bakteri seperti s.mutans. Laktoferin juga digunakan sebagai sistem penolakan sekunder yaitu bila tidak ada sIgA atau bila sIgA tidak mampu mengikat diri pada bakteri atau bilasIgA sebagian putus oleh reaksi enzimatik. Laktoferin dapat bekerja efektif sebagai antimikroba bekerja sama dengan lisozim dan laktoperoksidase (Amerongen, 1991).
Daftar Pustaka :
Lisozim merupakan suatu larutan enzim yang terdapat di dalam cairan sekresi eksokrin seperti air susu ibu, air mata, keringat, lendir hidung dan cairan mulut (saliva). Ada dua macam tipe lisozim, satu tipe ditemukan dalam putih telur ayam dan dikenal sebagai chicken type lisozim-c. Tipe lain ditemukan pada putih telur angsa dan dikenal dengan goose type atau lisozim-goose. Lisozim pada manusia dan kuda merupakan lisozim tipe c (Naim, 2003). Enzim ini mampu menyerang bakteri dengan cara menyerang dinding selnya sehingga menjadi porous dan bakteri kehilangan cairan sel, akhirnya mati. Konsentrasi lisozim di dalam saliva yang tidak distimulasi sekitar 150-250 mg/L. Enzim ini berfungsi efektif sebagai antibakteri apabila bekerja sama dengan laktoferin dan s-IgA (Amerongen, 1991).
Laktoferin adalah suatu protein yang mengikat zat besi, yang pertama kali ditunjukkan dalam air susu ibu, kemudian laktoferin juga ditemukan dalam saliva dan cairan tubuh lain seperti dalam granula lekosit polimorfonuklear. Konsentrasi laktoferin dalam saliva total yang tidak distimulasi sekitar 1 mg/100ml. laktoferin dapat bekerja sebagai bakteriostatik maupun bakterisid pada S.mutans pada konsentrasi 15mg/100ml tetapi pada daerah spesifik seperti dalam plak email gigi, konsentrasi laktoferin dapat meningkat sehingga dapat berfungsi bakterisid. Dalam saliva, laktoferin terikat pada sIgA, sedangkan sIgA sendiri dapat mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada permukaan bakteri seperti s.mutans. Laktoferin juga digunakan sebagai sistem penolakan sekunder yaitu bila tidak ada sIgA atau bila sIgA tidak mampu mengikat diri pada bakteri atau bilasIgA sebagian putus oleh reaksi enzimatik. Laktoferin dapat bekerja efektif sebagai antimikroba bekerja sama dengan lisozim dan laktoperoksidase (Amerongen, 1991).
Daftar Pustaka :
- Walter F., PhD. ^ Walter F., PhD. Boron (2003). Medical Physiology: A Cellular And Molecular Approaoch . . Boron (2003) Fisiologi Kedokteran: Sebuah Approaoch Seluler Dan Molekuler. Elsevier/Saunders. Elsevier / Saunders. p. hal. 928. ISBN 1-4160-2328-3 . 928. ISBN 1-4160-2328-3 .
- Amerongen, A, 1991, Ludah dan Kelenjar Ludah (terj.,) Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
- Jawetz, E, Melnick, JL.,Adelberg E.A., 1986, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan (terj.,) 14 th ed., EGC, Jakarta, h. 239, 242-243
- Midda, M and Cooksey, M.W, 1986, Clinical uses of enzyme-containning dentifrice, J.Clin.Periodontal, 13 : 950-956
- Michalek, S.M dan Mc Ghee, J.R, 1982, Streptoccocus with Emphasis on Streptococcus mutans dalam Mc. Ghee J.R, et.al., Dental Microbiology, Harper and Row Publisher, Philadelphia, h. 685-686
- Juni Handajani, Supartinah Al dan Agung A, Analisis Aktivitas Biologik Pasta Gigi dengan Kandungan Enzim Amiloglukosidase, Glukosa-Oksidase, Laktopeoksidase, Lisozim dan Laktoferin terhadap Stomatitis Aphtosa, Laporan Penelitian, 2005
0 comments:
Post a Comment