Proses Pembuatan BBM (Bensin, Solar, Avtur, Minyak tanah)
Saat ini penggunaan BBM didominasi oleh penggunaan bensin untuk keperluan kendaraan pribadi berupa mobil dan motor. Minyak diesel juga banyak dipakai oleh PLN sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) khususnya untuk pembangkitan di luar pulau Jawa dan Bali. Keunggulan PLTD ini adalah dapat dimatikan dan dihidupkan secara cepat dan mudah, seperti halnya kita men-starter mobil/motor. Kenapa harus PLTD? Karena, masyarkat di luar jawa jauh lebih banyak menggunakan listrik di waktu malam saja untuk penerangan dan melihat TV. Ini jauh berbeda dengan masyarakat di Jawa, dimana pemakaian di waktu siang dan malam-malam tidak begitu berbeda, karena siang hari listrik dipakai untuk mesin pabrik dan AC perkantoran.
Berikut skema proses pembuatan BBM:
Proses diawali dengan pencarian minyak bumi, lalu kalau sudah ketemu minyaknya dan isinya cukup banyak, dilanjutkan dengan pemompaan. Tentunya prosesnya tak hanya dipompa saja, setelah itu masih perlu pemisahan dengan air dan kotoran lainnya. Untuk sumur-sumur yang sudah tua dan hasil minyak sudah menurun, perlu ditambahkan teknologi untuk mengambil sisa-sisa minyak yang masih terperangkap di batu-batuan. Teknologinya disebut Enhanched Oil Recovery bisa dengan penambahan uap panas, cairan surfaktan, gas Karbon Dioksida atau bahan kimia lain.
Kemudian minyak bumi diangkut ke pabrik pengolahan minyak bumi (kilang), disana minyak akan dipisahkan dengan penyulingan I (Distilasi), yang akan menghasilkan 3 produk yaitu Fraksi LPG I, Fraksi Sedang I, dan Fraksi Berat I.
Fraksi LPG dari penyulingan I sebagian masuk reaktor Isomerisasi menjadi Bensin, sebagian lagi masuk ke reaktor Reforming menjadi bensin dan kondensat.
Fraksi sedang I masuk reaktor hydroteating menjadi minyak tanah, avtur dan minyak diesel/solar.
Lalu Fraksi berat I masuk Alat Penyulingan/Distilasi II menghasilkan Fraksi LPG II, Fraksi Sedang II, dan Fraksi Berat II. Fraksi LPG II inilah yang banyak kita pakai untuk masak di dapur sekarang ini.
Fraksi sedang 2 sebagian masuk reaktor Hidrocracking kemudian menghasilkan minyak tanah, avtur dan minyak diesel/solar.
Fraksi Berat 2 kemudian masuk proses Coking yang menghasilkan dua produk yaitu aspal dan petroleum Coke (petcoke/kokas). Kokas ini juga bisa sebagai bahan bakar padat seperti batu bara.
Sekian cerita proses pembuatan BBM ini, begitu mudah ternyata.
Cara bikin LPG, Bensin, Minyak Tanah, Solar, dll | untuk semuanya |
Seperti yang pernah saya tulis tentang komposisi minyak bumi disini dan disini,
minyak bumi bukan merupakan senyawa homogen, tapi merupakan campuran
dari berbagai jenis senyawa hidrokarbon dengan perbedaan sifatnya
masing-masing, baik sifat fisika maupun sifat kimia.
Proses pengolahan minyak bumi sendiri terdiri dari dua
jenis proses utama, yaitu Proses Primer dan Proses Sekunder. Sebagian
orang mendefinisikan Proses Primer sebagai proses fisika, sedangkan
Proses Sekunder adalah proses kimia. Hal itu bisa dimengerti karena pada
proses primer biasanya komponen atau fraksi minyak bumi dipisahkan
berdasarkan salah satu sifat fisikanya, yaitu titik didih. Sementara
pemisahan dengan cara Proses Sekunder bekerja berdasarkan sifat kimia
kimia, seperti perengkahan atau pemecahan maupun konversi, dimana
didalamnya terjadi proses perubahan struktur kimia minyak bumi tersebut.
Rantai Hidrokarbon Minyak Bumi
Seperti kita kitahui dalam Kimia Organik bahwa senyawa
hidrokarbon, terutama yang parafinik dan aromatik, mempunyai trayek
didih masing-masing, dimana panjang rantai hidrokarbon berbanding lurus
dengan titik didih dan densitasnya. Semakin panjang rantai hidrokarbon
maka trayek didih dan densitasnya semakin besar. Nah, sifat fisika
inilah yang kemudian menjadi dasar dalam Proses Primer.
Jumlah atom karbon dalam rantai hidrokarbon bervariasi.
Untuk dapat dipergunakan sebagai bahan bakar maka dikelompokkan menjadi
beberapa fraksi atau tingkatan dengan urutan sederhana sebagai berikut :
-
Gas
Rentang rantai karbon : C1 sampai C5
Trayek didih : 0 sampai 50°C
Peruntukan : Gas tabung, BBG, umpan proses petrokomia. -
Gasolin (Bensin)Rentang rantai karbon : C6 sampai C11
Trayek didih : 50 sampai 85°C
Peruntukan : Bahan bakar motor, bahan bakar penerbangan bermesin piston, umpan proses petrokomia -
Kerosin (Minyak Tanah)
Rentang rantai karbon : C12 sampai C20
Trayek didih : 85 sampai 105°C
Peruntukan : Bahan bakar motor, bahan bakar penerbangan bermesin jet, bahan bakar rumah tangga, bahan bakar industri, umpan proses petrokimia -
Solar
Rentang rantai karbon : C21 sampai C30
Trayek didih : 105 sampai 135°C
Peruntukan : Bahan bakar motor, bahan bakar industri -
Minyak BeratRentang rantai karbon dari C31 sampai C40
Trayek didih dari 130 sampai 300°C
Peruntukan : Minyak pelumas, lilin, umpan proses petrokimia -
Residu
Rentang rantai karbon diatas C40
Trayek didih diatas 300°C
Peruntukan : Bahan bakar boiler (mesin pembangkit uap panas), aspal, bahan pelapis anti bocor.
Melihat daftar trayek hidrokarbon diatas nampak ideal
sekali, dimana perbedaan jumlah atom karbonnya sangat jelas. Tapi pada
kenyataannya dengan teknologi sekarang kondisi diatas teramat sangat
sulit dicapai… oops, maaf menggunakan baya bahasa pleonasme
Kondisi ideal diatas sulit dicapai karena senyawa hidrokarbon dalam minyak bumi banyak mengandung isomernya juga.
…
Ya…., isomer hidrokarbon, terutama isomer yang parafinik
memiliki titik didih dan densitas yang lebih ringan dibandingkan dengan
rantai lurusnya. Misal, normal-oktan (n-C8H18) titik didih dan
densitasnya akan lebih besar dari pada iso-oktan (2,2,4-trimetil
pentan), begitu juga untuk isomer-isomer lainnya.
Atas dasar kondisi seperti itulah kemudian pada
kenyataannya dalam pengolahan minyak bumi lebih memegang patokan kepada
trayek titik didih daripada komposisi atau rentang rantai karbonnya.
Sehingga pada batas antara fraksi pasti akan terjadi overlap (tumpang tindih) fraksi. Overlap ini kemudian disebut sebagai minyak slops yang
nantinya akan berfungsi sebagai bahan pencampur untuk mengatur produk
akhir sehingga memenuhi spesifikasi atau baku mutu yang ditentukan.
Proses Primer
Minyak bumi atau minyak mentah sebelum masuk kedalam
kolom fraksinasi (kolom pemisah) terlebih dahulu dipanaskan dalam aliran
pipa dalam furnace (tanur) sampai dengan suhu ± 350°C. Minyak
mentah yang sudah dipanaskan tersebut kemudian masuk kedalam kolom
fraksinasi pada bagian flash chamber (biasanya berada pada
sepertiga bagian bawah kolom fraksinasi). Untuk menjaga suhu dan tekanan
dalam kolom maka dibantu pemanasan dengan steam (uap air panas dan bertekanan tinggi).
Karena perbedaan titik didih setiap komponen hidrokarbon
maka komponen-komponen tersebut akan terpisah dengan sendirinya, dimana
hidrokarbon ringan akan berada dibagian atas kolom diikuti dengan
fraksi yang lebih berat dibawahnya. Pada tray (sekat dalam kolom) komponen itu akan terkumpul sesuai fraksinya masing-masing.
Pada setiap tingkatan atau fraksi yang terkumpul
kemudian dipompakan keluar kolom, didinginkan dalam bak pendingin, lalu
ditampung dalam tanki produknya masing-masing. Produk ini belum bisa
langsung dipakai, karena masih harus ditambahkan aditif (zat penambah)
agar dapat memenuhi spesifikasi atau persyaratan atau baku mutu yang
ditentukan oleh Dirjen Migas RI untuk masing-masing produk tersebut.
Proses Sekunder
Seperti yang pernah saya tulis tentang jenis minyak bumi disini, disini dan disini
juga, pada kenyataannya minyak bumi tidak pernah ada yang sama, bahkan
untuk sumur minyak yang berdekatan sekalipun. Kenyataannya banyak sumur
minyak yang menghasilkan minyak bumi dengan densitas (specific gravity)
yang lebih berat, terutama untuk sumur minyak yang sudah udzur atau
memang jenis minyak dalam sumur tersebut adalah jenis minyak berat. Pada
pemompaan minyak dari dalam sumur (reservoir) biasanya yang
akan terpompakan pada awal-awal produksi adalah bagian yang ringannya.
Sehingga pada usia akhir sumur yang dipompakan adalah minyak beratnya.
Untuk pengolahan minyak berat jenis ini maka bisa
dipastikan produk yang dihasilkan akan lebih banyak fraksi beratnya
daripada fraksi ringannya.
Maksudnya gini lho, kalo yang dimasak tuh minyak bumi
jenis minyak berat seperti penjelasan diatas maka produk yang dihasilkan
akan lebih banyak fraski solar, minyak berat atau residunya daripada
gas, bensin atau minyak tanahnya. Sementara konsumsi produk minyak bumi
di Indonesia kan lebih banyak dari fraksi bensin dan solarnya, terutama
untuk otomotif.
Jadi, jika yang dimasak oleh proses primer adalah minyak
bumi jenis minyak berat maka hasilnya akan lebih banyak fraksi beratnya
(solar, minyak berat dan residu) daripada fraksi ringannya. Sementara
tuntutan pasar lebih banyak produk dari fraksi ringan dibandingkan
fraksi beratnya. Maka untuk menyiasatinya adalah dengan melakukan
perubahan struktur kimia dari produk fraksi berat.
Teknologi yang banyak digunakan adalah dengan cara melakukan cracking (perengkahan
atau pemutusan) terhadap hidrokarbon rantai panjang menjadi hidrokarbon
rantai pendek, sehingga bisa menjadi fraksi ringan juga. Misal, dengan
cara merengkah sebuah molekul hidrokarbon C30 yang merupakan produk dari
fraksi solar atau minyak berat menjadi dua buah molekul hidrokarbon C15
yang merupakan produk dari fraksi minyak tanah atau kerosin, atau
menjadi sebuah molekul hidrokarbon C10 yang merupakan produk dari fraksi
bensin dan sebuah molekul hidrokarbon C20 yang merupakan produk dari
fraksi solar.
Proses perengkahan ini sendiri ada dua dua cara, yaitu dengan cara menggunakan katalis (catalytic cracking) dan cara tanpa menggunakan katalis atau dengan cara pemanasan tinggi menggunakan suhu diatas 350°C (thermal cracking).
Perbedaan dari kedua jenis perengkahan tersebut adalah pada kemudahan “mengarahkan” produk yang diinginkan. Pada cara thermal cracking sangat
sulit untuk mengatur atau mengarahkan produk fraksi ringan mana yang
diinginkan. Dengan cara ini jika kita menginginkan membuat bensin yang
lebih banyak dibandingkan minyak tanah akan sulit dilakukan, padahal
keduanya masih termasuk fraksi ringan. Sementara jika menggunakan
catalytic cracking kita akan lebih mudah mengatur mood operasi.
Misal kita hanya ingin memperbanyak produk bensin dibandingkan minyak
tanahnya, atau sebaliknya. Ilustrasinya kira-kira seperti jika kita akan
memecah sekeping kaca lebar. Jika menggunakan cara thermal cracking kita ibarat memecahkan kaca tersebut dengan cara dibanting, ukurannya tidak akan teratur. Sedangkan jika menggunakan cara catalytic cracking ibarat memecahkan kaca dengan menggunakan pisau kaca, lebih teratur dan bisa sesuai keinginan kita.
Minyak hasil rengkahan tersebut kemudian dipisahkan
kembali berdasarkan fraksi yang lebih sempit dalam kolom fraksinasi
dengan proses seperti halnya proses primer, untuk selanjutnya
didinginkan dan ditampung dalam tanki produk setengah jadi dan
selanjutnya ditambahkan aditif sesuai spesifikasi produk akhir yang
diinginkan.
Pengolahan Minyak Bumi
Minyak mentah mengandung berbagai senyawa hidrokarbon dengan berbagai sifat fisiknya. Untuk memperoleh materi-materi yang berkualitas baik dan sesuai dengan kebutuhan, perlu dilakukan tahapan pengolahan minyak mentah yang meliputi proses distilasi, cracking, reforming, polimerisasi, treating, dan blending.- Distilasi
Proses penyulingan berlangsung sebagai berikut. Mula-mula minyak mentah dipanaskan pada suhu 370°C sehingga mendidih dan menguap. Fraksi minyak mentah yang tidak menguap menjadi residu. Residu minyak bumi meliputi paraffin, lilin, dan aspal. Residu-residu ini memiliki rantai karbon dengan jumlah atom C lebih dari 20 atom. Minyak mentah yang menguap pada proses distilisasi ini naik ke bagian atas kolom dan selanjutnya terkondensasi pada suhu yang berbeda-beda. Fraksi minyak bumi yang tidak terkondensasi terus naik ke bagian atas kolom sehingga keluar sebagai gas alam.
2. Cracking
Cracking adalah penguraian (pemecahan)molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang besar menjadi molekul-molekul senyawa yang lebih kecil. Contoh cracking ini adalah pengubahan minyak solar atau minyak tanah (kerosin) menjadi bensin.
Terdapat dua cara proses cracking.
- Cara panas (thermal cracking) adalah proses cracking dengan menggunakan suhu tinggi serta tekanan rendah.
- Cara katalis (catalytic cracking) adalah proses cracking dengan menggunakan bubuk katalis platina atau molybdenum oksida.
3. Reforming
Reforming adalah pengubahan bentuk molekul bensin yang bermutu kurang baik (rantai karbon lurus) menjadi bensin yang bermutu lebih baik (rantai karbon bercabang). Kedua jenis bensin ini memiliki rumus molekul sama, tetapi bentuk strukturnya berbeda sehingga proses ini disebut juga isomerisasi. Reforming dilakukan dengan menggunakan katalis dan pemanasan.
4. Polimerisasi
Polimerisasi adalah proses penggabungan molekul-molekul kecil menjadi molekul besar. Misalnya, penggabungan senyawa isobutene dengan senyawa isobutana yang menghasilkan bensin berkualitas tinggi, yaitu isooktana
5. Treating
Treating adalah proses pemurnian minyak bumi dengan cara menghilangkan pengotor-pengotornya. Cara-cara proses treating sebagai berikut.
a) Copper sweetening dan doctor treating adalah proses penghilangan pengotor yang menimbulkan bau tidak sedap.
b) Acid treatment adalah proses penghilangan lumpur dan perbaikan warna.
c) Desulfurizing (desulfurisasi) adalah proses penghilangan unsure belerang.
6. Blending
Untuk memperoleh kualitas bensin yang baik dilakukan blending (pencampuran), terdapat sekitar 22 bahan pencampur (zat aditif) yang dapat ditambahkan ke dalam proses pengolahannya. Bahan- bahan pencampur tersebut, antara lain tetraethyllead (TEL), MTBE, etanol, dan methanol. Penambahan zat aditif ini dapat menimgkatkan bilangan oktan
0 comments:
Post a Comment