Pagi menjelang. Titik-titik embun
masih menempel lekat di kaca jendela kamarku. Udara yang begitu dingin
memeluk erat tubuh ini. Rasaya aku ingin tetap berada di balik selimut
ini untuk mengindari dinginnya udara pagi ini. Jujur, aku memang paling
tidak suka dengan bangun pagi, terlebih saat weekend ingin rasanya
seharian aku menghabiskan waktuku di dalam kamar.
Pagi ini aku
terbangun bukan karena jam wekerku berbunyi atau bukan karena bibi
Naimah membangunkanku tapi, aku terbangun saaat lagu heavy metal
terdengar nyaring dari kamar sebelah. Sejak beberapa hari ini, lagu-lagu
heavy metal itu sering membangunkanku bahkan juga sering mengganggu
waktu luangku yang sebagian besar aku gunakan untuk menciptakan lagu.
Ya, aku memiliki hobi untuk menciptakan lagu.
O ya, kenalin namaku
Sandi, aku baru duduk di kelas XII SMA. Aku adalah anak ke tiga dari
tiga bersaudara. Orangtuaku tinggal di Surabaya, sedangkan aku, tinggal
di Bandung lebih tepatnya nge-kost di rumah temen papaku, Om Herman.
Awalnya aku gak mau ngekost di rumah ini tapi, setelah dipikir-pikir ada
enaknya juga, selain Riko – anak sulung Om Herman – umurnya sepantaran
denganku, Riko juga satu sekolah denganku.
***
Kusibakkan selimut
yang menindih tubuhku semalam ini. Aku mengusap mataku beberapa kali
untuk memperjelas penglihatanku. Lalu, aku melangkahkan kakiku yang
begitu berat meninggalkan kamar tidurku. Aku keluar kamar tidur bukan
untuk mencuci muka atau apa, tapi aku ingin memperingati orang sialan
yang ada di sebelah kamarku. Ya, aku ingin memeberi peringatan untuknya
agar tak lagi memutar lagu heavy metal di pagi-pagi seperti ini.
Bukannya aku gak suka sama aliran lagu ini tapi, siapa sih yang gak
terganggu kalo enak-enak tidur lalu ada yang muter lagu heavy metal
dengan volume yang begitu kencang?
”Berrkk!!! Berrkk!!! Berrkk!!!” aku mengetuk pintu kamar dengan keras.
Setelah aku tunggu
beberapa saat, tak ada reaksi dari dalam kamar, lalu aku kembali
mengetuk pintu itu dengan keras namun masih saja tak ada tanggapan.
Hingga akahirnya, aku mencoba menekan ganggang pintu dan rupanya pintu
tak terkunci. Tanpa permisi aku langsung membuka pintu itu dan masuk ke
dalam kamar tersebut. Gila deh. Begitu masuk telingaku benar-benar tak
kuat dengan suara lagu heavy metal yang begitu nyaring itu. Di dalam
kamar, tak ada seorang pun berada di sana, sehingga aku leluasa untuk
mematikan tape recorder yang ada di pojok kamar tersebut. Sambil
memperhatikan isi kamar, aku berjalan menuju tape recorder itu berada.
Aku benar-benar heran, dengan wall paper dan pernak-pernik kamar yang
serba pink dan girly abis, kok bisa-bisanya sih pemilik kamar ini suka
dengan lagu heavy metal. Heran : mode on.
”Heh, ngapain lo di
kamar gue? Mau maling lo?” tuduh seorang cewek berdiri di pintu kamar
sambil membawa semangkuk mie rebus.
Aku yang kaget langsung menoleh ke arah cewek tersebut. Aku langsung memasang tampang dingin padanya.
Cewek itu
mengalihkan pandangannya pada tape recorder yang ada di sebelahku, ”Jadi
elo yang mematikan tape recorder gue?” tanyanya agak emosi lalu masuk
ke dalam kamar menghampiriku.
”Iya, gara-gara
musik lo yang kampungan itu, pagi-pagi gini gue udah bangun. Gue ingetin
ya, sekali lagi lo muter lagu sekenceng-kencengnya kayak pagi ini, gue
gak akan segan-segan ngehancurin tape recorder lo!” ancamku.
“Oya? Berani lo?”
“Jangan pikir gue takut sama lo!” jawabku dingin kemudian berjalan meninggalkannya.
Aku menghentikan
langkahku saat akan keluar dari pintu kamarnya, ”Satu lagi, jangan
pernah update status yang isinya nyinggung ataupun ngejelek-jelekin gue
lagi, kalo elo ngulang sekali lagi, liat aja ntar siapa yang akan lebih
malu.” ancamku lagi.
Cewek itu menganga heran, ”Dari mana lo tahu semua itu?”
”Heh... itu gak
penting! Yang penting gue udah ngingetin lo dan lo harus inget pesan gue
itu!” kataku kemudian berjalan keluar dari kamarnya.
***
Lima belas menit
sebelum berangkat, aku sarapan pagi di ruang makan bersama Riko. Pagi
itu, suasana ruang makan itu tak seramai biasanya. Hanya ada aku dan
Riko yang sibuk menyantap sarapan pagi hari ini.
”Keysa mana, Rik? Gak masuk hari ini?” tanyaku di sela-sela acara sarapan.
“Oh....” kata Riko
sambil berusaha mengunyah nasi yang memenuhi mulutnya agar leluasa untuk
bersuara, “Keysa udah berangkat tadi pagi, katanya sih mau ngeberesin
PR-nya,”
“Oh....” ucapku sambil menggangguk lalu meneruskan memakan nasi goreng yang ada di hadapanku.
Riko memperhatikanku, “Kok gak tanya si Angel?”
”Buat apa tanya tuh cewek?”
” Hahaha, uhuk... uhuk... uhuk....” Riko tertawa lebar lalu tersedak.
Aku tersenyum senang melihat Riko tersedak, ”Syukurin lo!”
”Eh, kenapa sih lo gak suka banget sama si Angel?” tanya Riko setelah meminum air putih.
”Masa dari dulu elo
gak ngerti sih, Rik? Elo udah lupa dengan kejadian di acara ulang tahun
si Renata? Atau elo juga sudah lupa dengan tragedi 27 November?” jawabku
mengingatkan Riko pada momment yang gak pantas untuk diingat dengan
Angel, si dark Angel!!!
“Iya, gue tahu itu
San. Tapi, apa sulitnya sih memaafkan Angel? Bayangkan aja, sekarang elo
tinggal satu rumah dengan dia, otomatis elo ketemu dengan si Angel tiap
waktu. Belum lagi kamar lo bersebelahan dengan dia, masa elo gak mau
berdamai sama dia?”
“Gak ada kata damai buat gue dan dia. Sekali benci gue tetep benci sama tuh cewek,”
“Hahaha hati-hati, kata orang benci awal dari cinta,”
“Tapi, buat gue benci adalah awal dari perang dunia,” jawabku cuek.
“Terserah lo deh,”
“O ya, besok gue
bakal ke rumah nenek gue di Medan, mungkin gue di sana sekitar
seminggu,” Riko mengalohkan pembicaraan.
“Keysa juga ikut?”
“Iya, mungkin nanti
malam gue dan Keysa udah berangkat ke Medan. So, lo jaga rumah ini ya!
Jangan sampe ada barang-barang yang hilang,”
“Iya, gue akan haga rumah ini baik-baik. Santai aja,”
“Satu lagi, gue titip Angel juga,” tambah Riko sambil mengangkat piring dari meja lalu beranjak menuju dapur.
“Kalo Angel gue gak janji deh!” seruku.
***
Malam ini
benar-benar sepi tak seperti biasanya. Aku tak lagi mendengar suara
keras dari Riko dan Keysa yang selalu saling ejek setiap kali kami
berempat (termasuk Angel), menonton DVD atau televisi bersama. Riko dan
Keysa sudah pergi menuju bandara sejam yang lalu. Belum lagi hujan lebat
yang turun sejak setengah jam yang lalu, benar-benar membuatku
kesepian. Meski di rumah ini hanya tinggal aku, Angel dan bi Naimah tapi
sama saja rumah ini sepi. Apalagi hubunganku dengan Angel yang tak
rukun, yang semakin membuatku merasa hanya tinggal sendiri di rumah ini.
Di tengah derasnya hujan yang turun itu, aku menyalakan laptop sambil
mendengarkan lagu-lagu ciptaanku. Ingin rasanya aku mengupload ke
internet tapi, aku takut banyak pihak yang mengklaim lagu ciptaanku
menjadi lagu mereka.
”Tteett!!! Tteett!!!” bel rumah berbunyi.
”Bi naimah, ada tamu!!!” teriakku.
Beberapa saat kemudian bel rumah kembali berbunyi, sepertinya bi Naimah tak juga membuka pintu rumah.
”Bi Naimah ke mana sih?” ujarku sambil bangkit keluar kamar membuka pintu rumah.
”Ttteett!!!” bel rumah kembali berbunyi.
Aku segera
membukakan pintu rumah. Betapa kagetnya aku saat aku tahu siapa
seseorang yang sejak tadi memencet bel rumah itu. Ternyata orang
tersebut adalah Angel, cewek yang bagiku sangat menyebalkan. Kulihat
Angel menggigil kedinginan dan badannya basah kuyup. Ada apa dengan
Angel?
”Elo?”
Angel berlari menuju kamar mandi. Aku sesegera mungkin menyusulnya tapi, Angel sudah masuk ke dalam kamar mandi.
”Ngel, elo gak pa-pa kan?” tanyaku dari balik pintu kamar mandi.
”Gue gak pa-pa,”
”Ya udah, abis ini gue tunggu lo di ruang makan,” ucapku.
Setelah itu aku
menuju dapur untuk membuatkan Angel teh hangat. Aku jadi ingat pada
mamaku yang selalu membuatkan aku teh hangat bila aku kehujanan atau
sedang kedinginan. Selama di dapur, pikiranku selalu teralihkan pada
Angel. Entah kenapa aku tak tega melihat cewek mungil itu kedinginan dan
basah kuyup seperti itu. Tapi, jujur aku akui aku masih sedikit sebal
jika mengingat perbuatan tak menyenangkan yang banyak ia lakukan padaku.
Mulai dari ia mengejekku kampungan di depan teman-teman Renata saat
ulang tahun Renata beberapa bulan yang lalu dan kejadian 27 November di
mana Angel benar-benar mempermalukan aku lagi di depan teman-teman
sekolahku karena ia tak terima aku mengejek Sintia – sahabatnya –
padahal si Sintia dulu tuh yang mulai. Aku gak akan bisa melupakan
kejadian menyebalkan itu. Sungguh.
Eh, ngomong-ngomong
bi Naimah kemana sih? Dari tadi aku cari gak ada di rumah. Seusai
membuat teh hangat, aku duduk di ruang makan. Aku memandangi roti tawar
dan selai yang ada di atas meja. Aku menoleh ke arah jam dinding yang
berada di atas kulkas, jarum panjang menunjuk ke angka enam dan jarum
pendek menunjuk ke angka sepuluh. Sudah hampir lima belas menit Angel
tak menampakkan dirinya sejak masuk ke dalam rumah. Tak lama berselang,
Angel datang menemuiku di ruang makan. Rambutnya masih basah, ia juga
terlihat lucu dengan menggunakan baju tidur. Meski sudah hampir setahun
aku tinggal dengan dia, baru kali ini aku melihat Angel memakai pakaian
seperti itu.
Aku tersenyum melihat penampilannya itu.
Angel menatapku heran, “Kenapa? Ada yang salah?”
“Nggak kok. Ayo duduk!”
Angel mengambil posisi tepat di depanku, “Ada apa lo nyuruh gue ke sini?”
“Gue cuma mau tanya, elo dari mana aja sampe basah kuyup seperti tadi?”
“Heh, ngapain lo nanyain hal ini? Udah mulai peduli sama gue, lo?”
Aku terheran-geran
mendengar jawabannya, “Hei, Dark Angel! Selama lo masih ada di rumah
ini, gue punya tanggung jawab buat ngejaga lo meski gue jujur gak suka
sama lo! Kalo aja Riko gak nyuruh gue untuk ngejaga lo, mungkin gue udah
ngebiarin lo!”
”Jangan ngeles deh lo!” katanya lalu memberi senyuman sinis.
”Heh, Ngel sejak
ngeliat lo kedinginan dan basah kuyup, gue udah mulai bersimpati pada lo
tapi, setelah gue tahu ternyata elo emang keras kepala rasa simpati itu
udah hilang! Gue heran kenapa sih elo tuh suka bikin gue kesal?”
”Itu semua gue lakukan karena elo duluan yang mulai,”
”Gue???”
”Iya, elo yang mulai! Gara-gara lo, persahabatan antara gue, Nindy dan Lia hancur!”
“Apa? Gara-gara gue? Apa hubungannya dengan gue?”
“Kalo boleh jujur,
sejak gue masuk sekolah lo, persahabatan kita mulai merenggang karena
Nindy dan Lia sama-sama naksir lo, sejak saat itu gue mulai benci sama
lo!”
“Kenapa lo nyalahin
gue? Seharusnya elo nyalahin kedua sahabat lo yang gak bisa
menyelesaikan masalah ini. Satu lagi, elo sama dengan kedua sahabat lo,
cemen. Cemen karena bisanya nyari kambing hitam aja sebagai sumber
masalah.”
”Stop! Gue gak mau ribut lagi dengan lo!”
“Beruntung lo masih
cewek, kalo nggak, jangan harap lo bisa melihat dunia lagi!” seruku
kemudian berlalu meninggalkan Angel.
***
“Mas, Sandi!” seru bi Naimah mengetuk pintu sambil memanggil namaku.
Aku mengusap mataku
yang terbangun dari tidur. Aku lirik jam wekerku, jam setengah dua pagi.
Ada apa bi Naimah jam segini bangunin aku? Aku langsung beranjak dari
tempat tidur dan membuka pintu kamar.
“Ada apa, Bi?” tanyaku dengan suara berat.
Bi Naimah terlihat sangat panik, ”Aduh, Mas Sandi tolongin Mbak Angel, Mas!” pinta bi Naimah.
”Ada apa, Bi?”
”Aduh, Mbak Angelnya demam, Mas. Badannya panas, pucat,” ucap bi Naimah.
Aku langsung menuju
kamar yang pintunya terbuka lebar. Di kamarnya, Angel terlihat menggigil
hebat, badannya panas benget dengan butiran keringat di dahinya,
ditambah lagi wajahnya yang sangat pucat. Poor you, Ngel!
”Angel, elo kenapa?” tanyaku sedikit panik.
”Kak Sandi....” ucapnya lirih tak terasa air matanya menetes.
”Elo kenapa sampai demam begini?” tanyaku lagi. Angel menggelengkan kepalanya.
“Bi Naimah, buatkan
air hangat untuk kompres ya! Terus, ambilkan kotak P3K yang ada di ruang
tengah!” suruhku pada bi Naimah.
“Iya, Mas.” Ucap bi Naimah kemudian meninggalkan aku dan Angel.
”Kak, thanks udah baik sama aku,” ucap Angel lirih.
”Iya, Ngel selama gue ada di sini lo yang tenang! Gue akan merawat lo,”
“Kak, maafin aku karena sudah banyak bikin Kak Sandi kesal.”
Aku tersenyum senang mendengar kata maaf dari mulut Angel, “Iya, kakak maafin kok.”
“Sekarang kamu yang tenang ya, sebentar lagi minum obat, biar mendingan.”
Angel menggenggam tanganku, ”Kak, sekali lagi maaafin aku ya!”
***
Hari ini, jam tujuh
pagi aku sudah bersiap-siap untuk sekolah. Sudah hampir lima belas menit
aku merapikan penampilanku. Bagiku, penampilan adalah yang utama karena
orang lain akan menilai kita melalui penampilan pertama kali kita
ketemu. Seusai merapikan rambut, aku keluar kamar. Ku lihat pintu kamar
Angel terbuka lebar. Aku jadi ingat betapa paniknya aku semalam melihat
keadaan Angel yang begitu mengkhawatirkan. Entah apa yang ada
dipikiranku, aku melangkahkan kakiku menuju ke kamar Angel. Aku
melongokkan kepalaku, kulihat di dalam kamar tak ada seorangpun di sana.
”Angel dimana?” pikirku.
”Mas, Sandi
sarapannya sudah siap!!” teriak bi Naimah dari ruang makan membuyarkan
pikiranku tentang keberadaan Angel.
Tanpa menjawab
teriakan bi Naimah, aku langsung berjalan menuju ruang makan. Ku lihat
telur mata sapi begitu bulat bertengger lezat di atas nasi goreng buatan
bi Naimah. Aku mengambil posisi tepat di hadapan sarapan pagiku. Saat
aku hendak memulai sarapan, mataku menangkap sebuah buku catatan
berwarna pink tergeletak di atas meja makan. Tanpa tahu siapa
pemiliknya, aku sudah mengetahuinya. Mataku menyisir ruang makan,
kulihat tak ada Angel di sini. Hingga akhirnya, tanganku meraih buku
tersebut.
”O ya, Mas Sandi,
barusan mbak Angel sarapan dan katanya hari ini dia mau sekolah,”
”Sekolah? Memangnya Angel sudah sembuh total?” tanyaku heran.
”Tadinya, bibi juga
berpikir begitu, Mas. Tapi, mbak Angel bilang kalau hari ini dia harus
sekolah, katanya sih ada acara penting di sekolah. Kalo ndak salah mbak
Angel ikutan lomba musik Mas, bi Naimah aja dijanjiin traktir kalo mbak
Angel menang, katanya sih mau ditarktir makan bakso,”
”Angel ikutan acara
musik? Maksudnya, lomba cipta lagu remaja? O ya? Gue baru tahu kalo tuh
anak bisa bikin lagu,” kataku dalam hati.
Aku kembali
mengalihkan perhatianku pada buku catatan atau lebih enaknya dibilang
buku diary yang sudah berada di tanganku. Aku mulai membuka halaman
pertamanya, kulihat tulisan Angel Fairy Diana terukir indah di sana.
Hingga aku tergelitik untuk kembali membuka ke halaman berikutnya secara
acak. Aku baru tahu, ternyata diary itu bukan berisi catatan harian
seperti biasanya tapi, berisi kata-kata ”pujangga” yang Angel tulis.
Sampai akhirnya, jariku berhenti di halaman terakhir.
”Aku tahu ini
karma, sejak dulu aku takut akan datangnya karma. Hingga akhirnya hari
ini aku menemui karmaku, karma dimana aku tak hanya ingin mencintai
orang yang kubenci tapi, karma dimana aku juga ingin dia mencintai aku,”
***
Sekitar jam sepuluh
pagi, auditorium sekolah begitu ramai. Hampir semua siswa SMA 29 Bandung
memenuhi ruangan ini. Tak hanya siswa SMA 29, bahkan beberapa siswa
dari SMA lain juga datang untuk menyaksikan final lomba cipta lagu
remaja ini. Aku dan Denis celingukan saat memasuki auditorium sekolah
ini. Mataku menyisir hampir semua ruangan auditorium untuk mencari
tempat yang pas agar bisa menyaksikan penampilan para peserta lomba
dengan leluasa. Kulihat ada deretan bangku kosong dekat panggung, aku
menarik tangan Denis menuju tempat kosong tersebut.
Hampir satu jam
lamanya beberapa peserta menyanyikan lagu ciptaannya. Selama perlombaan
berlangsung, aku tak sabar untuk menyaksikan penampilan Angel. Bukan
lantaran aoa-apa, aku tak sabar karena aku ingin menyaksikan ia
bernyanyi, hal yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Sempat terpikir
dibenakku, Angel akan membawakan lagu heavy metal, genre muik
favoritnya.
”Oke itulah tadi
finalis nomor tiga belas yang menyanyikan lagu ciptaannya yang berjudul
Life, Love and Leave. Beri applause dulu dong, buat Reza Hendra dari SMA
14.” ucap Uyang yang menjadi host acara tersebut.
”Selanjutnya kita
panggilkan peserta kita yang ke empat belas, Angel Fairy Diana yang
berasal dari SMA 29, beri tepuk tangan dong buat Angel!” kata Dani.
”Angel?” aku
langsung menolehkan kepalaku ke arah panggung. Kulihat Angel berjalan
menghampiri Uyang dan Dani. Kalau aku perhatikan sekilas, wajah Angel
masih sedikit pucat. Dasar Angel, aku jadi heran kenapa dia sengotot ini
ikutan lomba ini!
”O ya, denger-denger
katanya si Angel ini adalah peserta terakhir yang ikutan audisi semalam
di cafe Dalton ya?” tanya Uyang.
”Yeps, bener banget!” kata Angel.
”Bisa diceritakan gak?” tanya Dani.
“Iya, gue adalah
peserta terakhir yang ikutan audisi tadi malam, lucunya aku menuju
tempat audisi kehujanan sampai-sampai saat performance di depan juri
juga aku agak gemetaran,” jawab Angel.
“Wow, it’s great! Kenapa sampai bela-belain gitu, Ngel?” tanya Uyang.
”Karena aku ingin menyampaikan lagu ini pada juri,”
”Memangnya lagu ini tentang apa sih? Bisa diceritakan?”
”Lagu ini sebenarnya
bukan ciptaan saya, lagu ini adalah lagu milik teman aku yang
dinyanyikan oleh aku. Lagu ini menceritakan tentang keinginan seseorang
yang ingin hidup bersama orang yang dicintainya untuk selamanya. Lagu
ini juga meyakinkan seseorang tentang perasaan yang ia rasakan pada
orang yang dicintainya dan berharap orang yang dicintainya tersebut
menerima cintanya. Kalo boleh jujur, lagu ini juga menggambarkan tentang
perasaanku pada temanku yang sudah menciptakan lagu ini,” kata Angel
pajang lebar.
”Hahaha tuh cewek
konyol banget deh! Jadi penasaran gue sama orang yang dia maksud,”
komentarku saat mendengar jawaban Angel.
”Oh... sweet ya! Ya
udah, kita sambut Angel Fairy Diana dengan lagunya yang berjudul
Selamanya,” kata Uyang dan Dani bersamaan. Tepukan meriah mengiringi
langkah kaki Angel menuju piano yang berdiri tepat di tengah-tengah
panggung. Angel mulai menekan tuts piano yang ada dihadapannya dan mulai
menyanyikan lagu yang ia bawakan. Kayaknya aku kenal deh sama lagu ini.
Oh, God! Lagu ini benar-benar lagu ciptaanku!!! Dari mana Angel dapet
lagu ini?
Sayangku, dapatkah kau merasakan
Betapa besarnya rasa cintaku untukmu
Cintaku, pernahkah kita menduga
Di antara kita ada rasa yang mendalam
Sayangku, yakinlah akan cintaku
Yang kupersembahkan seutuhnya untukmu
Oh... Kasihku, jangan pernah kau ragukan
Luasnya cintaku yang kuberi untukmu
Oh... genggamlah tanganku ini sayang
Cintaku tlah tertambat mati untukmu
Selamanya... hanya dirimu yang selalu ada dalam hatiku
Selamanya... tentang dirimu kau selalu hadir dalam mimpiku
Engkau satu cintaku selamanya...
***
Jam dua siang, aku
merebahkan tubuhku di sofa ruang tamu. Hampir setengah jam aku
membanting tubuhku di ata sofa ini. Tak seperti biasanya aku nongkrong
di ruang tamu seperti halnya siang ini. Ya, tak seperti biasanya. Aku
menunggu seseorang datang ke rumah ini. Siapa lagi kalo bukan Angel.
Sejak pulang sekolah, aku sudah menunggu dia tiba di rumah. Aku
menunggunya bukan tanpa alasan, aku ingin memarahi dia karena
menyanyikan lagu ciptaanku tanpa izin.
Seseorang membuka pintu rumah seraya menyapaku, ”Eh, Kak Sandi. Lagi apa?” tanyanya sambil memberi senyuman.
Aku mencoba bangkit dari sofa kemudian mendekatinya, ”Gak usah basa-basi deh, lo!”
Angel mengerutkan keningnya, ”Maksud Kakak apa?”
”Heh, elo ikut LCLR pake lagu gue kan? Apa maksud lo?”
”Kak, Sandi aku bisa jelasin semuanya,”
”Apa? Elo mau ngejelasin apalagi, Ngel?”
”Kak, please dengerin penjelasanku dulu!”
”Gue gak butuh penjelasan
lo lagi, Ngel! Penjelasan lo gak akan bisa meredam emosi gue, inget
itu!” seruku sambil menatap matanya yang mulai bersinar sendu.
”Tapi, Kak aku hanya ingin kakak tahu mengapa aku bawain lagu Kakak,”
”Terserah elo mau ngomong
apa! Mulai dari sekarang, jangan pernah gue akan baik sama lo!” ucapku
kemudian meninggalkannya terpaku di ruang tamu.
“Satu hal yang harus Kak Sandi tahu,” ucapnya menghentikan langkahku di atas tangga. Aku diam tak menoleh padanya.
“Nanti malam, pukul
delapan, aku ingin Kak Sandi datang ke Purple Cafe, jika Kakak ingin
tahu apa yang sebenarnya terjadi, aku harap Kakak bersedia untuk
datang,” lanjut Angel dengan suara yang berat karena menahan tangisnya.
***
Malam harinya, aku sedang
menonton TV di ruang tengah. Seperti malam sebelumnya, malam ini sepi,
benar-benar sepi. Riko dan Keysa masih belum dateng dari Medan sedangkan
Angel, ia pergi sejam yang lalu menuju ke Purple cafe. Sebelum
berangkat, dia menyuruhku untuk menemuinya di cafe tersebut tapi,
sepertinya itu tidak begitu penting bagiku karena apapun penjelasan yang
akan ia katakan nanti tak akan bisa merubah dan meredam rasa kesalku
yang semakin berkecamuk ini.
Untuk mengisi waktu
luangku, sejak sore tadi, aku menikmati tayangan TV yang sangat
membosankan. Tak ada tayangan TV yang benar-benar bisa menghiburku.
Sesekali aku kembali mengubah chanel TV, lagi-lagi hanya sederetan
sinetron yang menghiasi layar kaca. Kalo ngomongin sinetron, aku jadi
inget pada keluargaku di Surabaya. Biasanya, sekitar jam enam sore
hingga sepuluh malam, Oma, Mama dan adik perempuanku standby di depan TV
untuk menonton sinetron yang menurutku sangat membosankan bahkan
membuat aku emosi karena akting pemainnya ”gak banget”. Lah, kenapa jadi
ngomongin sinetron ya?! Hehehe back to my story...
“Krriinngg!!!” telepon wireless berbunyi.
Aku segera meraih telepon genggam yang ada di dekat sofa tempatku duduk.
“Halo!” sapaku.
“Hei, San! Apa kabar lo? Baik-baik aja kan?”
“Eh, elo, Rik! Kalo dibilang baik sih nggak, kalo dibilang buruk agak sih, elo?”
“Gue happy, sob! Kenapa? Lo ada masalah lagi sama Angel?”
“Kok tahu?” tanyaku sambil mengerutkan kening.
“Ya iyalah, gue tadi liat
infotainment terus ada gossip lo sama Angel muncul, ya udah gue
pantengin aja tuh TV sampe gossip lo abis. Emangnya elo ada apa lagi sih
sama Angel?”
“Hahaha gokil, lo!” responku, lumayan bisa terhibur setelah hampir seharian emosi.
“Lah, malah ketawa.” Ucap
Riko heran, “San, kayaknya elo tuh memang udah waktunya deh baikan sama
Angel, kasihan dia. Kalo gak ada lo, siapa yang jaga dia? Kalo elo juga
marahan sama dia, otomatis elo kan gak bisa jagain dia?”
“Baikan? Enak bener lo
bilang baikan, elo sih enak gak punya masalah sama dia. Gue? Gue udah
banyak banget masalah sama dia termasuk yang terakhir ini nih, dia
bawain lagu gue di LCLR,”
“Oya? Jadi, dia bawain lagu lo, San?”
“Iya, emang kenapa?”
“Hahaha gak pa-pa. O ya
0 comments:
Post a Comment