Dialog di atas adalah salah satu dialog yang sangat aku suka. Dialog yang kembali mengingatkanku akan alasan mengapa aku begitu mencintai sekaligus membenci senja.
Beberapa bulan lalu, seorang teman terus menerus memaksa aku untuk membaca novel setebal 518 halaman ini. “Ayo dong Jo, baca Twilight deh. Ga kalah kok sama Harry Potter,” katanya suatu hari.
Penasaran
mendengarnya terus menerus merengek akhirnya kuputuskan untuk
membacanya, namun aku tetap bertanya kepadanya, “Kenapa sih kamu maksa
banget aku harus baca novel ini?”
Sambil tersenyum penuh kemenangan sang
teman kemudian menjawab, “Kamu akan menemukan betapa kamu sangat mirip
dengan Edward dalam banyak hal.”
Membutuhkan tiap malam selama satu minggu
penuh untuk menyelesaikan novel karangan Stephenie Meyer ini. Dan
memang, aku jatuh cinta pada tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya sama
besar dengan kecintaanku pada alur ceritanya yang tidak membosankan.
Novel ini bercerita tentang kisah cinta
antara seorang gadis remaja bernama Bella dengan Edward, seorang vampir
yang hidup abadi dalam usia 17 tahun. Berawal dari keputusan Bella untuk
meninggalkan ibunya dan tinggal dengan ayahnya, di kota ini Bella
berusaha beradaptasi dengan teman-teman baru yang ditemuinya di sekolah.
Hidup tanpa gairah yang sebelumnya
dijalani oleh Bella seketika berubah ketika ia mengenal Edward, seorang
pemuda tampan dan pandai, anak keluarga dokter Cullen yang kaya raya.
Edward yang sadar dirinya adalah vampir
yang pada dasarnya selalu haus akan darah manusia berada di titik dilema
antara rasa cintanya terhadap Bella dan nalurinya sebagai vampir.
Kisah cinta antara Edward dan Bella
mengingatkanku pada hubungan jenis pasif-agresif, dimana kedua remaja
tersebut sama-sama berusaha keras menahan keinginan diri mereka untuk
membiarkan cinta mengalir diantara keduanya dan keinginan untuk
mematikannya karena sadar bahwa saat mereka memutuskan untuk bersama
maka tidak akan ada jalan bagi mereka untuk kembali seperti sediakala.
Hubungan Edward dan Bella yang dihiasi
oleh pro dan kontra dari keluarga Cullen, menjadi semakin menegangkan
saat semua keluarga Edward bersatu padu melindungi Bella dari incaran
seorang vampir pemburu lain. Di sini aku bisa merasakan indahnya
keluarga. Di sini aku sempat merasa terharu betapa keluarga vampir (yang
katanya hanya bisa masuk neraka) bisa bahu membahu membantu Edward
untuk menyelamatkan Bella yang “hanya” seorang manusia.
Seperti sifat manusia yang mempunyai dua
sisi, dalam novel ini, aku juga menemukan bahwa vampir juga mempunyai
dua sisi dalam sifatnya. Ada sisi baik, dan ada sisi buruk. Namun
mengenal sosok Edward dan keluarganya, aku semakin menutup sisi buruk
yang ada, karena sungguh, keluarga vampir ini memang cool.
Novel ini membuatku penasaran
membayangkan tampang para tokoh. Tokoh Edward digambarkan memesona,
berkulit porselen, sepasang mata tajam yang warnanya bisa berubah sesuai
dengan mood-nya, suara yang merdu memikat, rambut yang keemasan dan
acak-acakan. Sementara tokoh Bella digambarkan sebagai gadis sederhana
yang manis namun biasa-biasa saja dan menjadi populer berkat status anak
barunya di sekolahnya di kota Forks, Washington. Belum tokoh lainnya
yang membuatku tak henti-hentinya berimajinasi.
Selesai membaca novel ini, aku kembali
disadarkan bahwa memang tokoh Edward agak mirip dengan diriku. Bukan,
bukan secara fisik. Aku mungkin memiliki sepasang mata yang tajam namun
sungguh aku tidak cukup memesona hingga bisa membuat gadis manapun
tersihir. Namun aku pernah merasakan dilema yang dialami oleh Edward.
Aku pernah begitu keras menahan keinginan
untuk terus membiarkan cintaku terhadap seorang wanita tumbuh atau
mematikan rasa cinta ini, karena aku sadar bila aku membiarkannya
tumbuh, perlahan aku juga akan tak kuasa untuk “menghisap darahnya”.
Tokoh Edward dan Bella mengingatkanku akan hubunganku dengan seorang
mantan. Cinta kami adalah cinta terlarang. Cinta yang tidak seharusnya
tumbuh karena kami sadar akan dapat membunuh salah satu dari kami.
Kembali kepada Twilight, novel ini begitu
penuh dengan rasa. Dengan predikat novel remaja, aku bahkan bisa
menemukan bahwa aku begitu bergairah membaca bagian-bagian saat Edward
dan Bella mencurahkan cintanya bahkan walaupun hanya lewat kata-kata.
Entah bagaimana Meyer dapat menyelesaikan
novel ini dan memuaskan keinginanku akan akhir cerita yang kuharapkan.
Lepas dari banyaknya waktu yang harus kukorbankan untuk membacanya, aku
sangat puas dan penasaran menunggu lanjutan dari novel ini.
0 comments:
Post a Comment