Adalah
sosok Almarhum Ki Buyut Alijan bin Ki Buyut Asmunah atau ada pula yang
menyebutkan Ki Buyut Asman. Pengembara dari kawasan Cigelung Kecamatan
Jasinga-Bogor. Tepatnya hampir disekitar perbatasan Kabupaten Lebak dan
Kabupaten Bogor.
Almarhum
Alijan, adalah sosok yang hoby mengembara, dengan membawa keahliannya
memainkan seni tradisional. Ahli seni dan pelaku sejarah ini, biasa
berkeliling dari kampung ke kampung atau biasa datang kalau dipanggil
untuk melakukan pementasan. Keahlian seni Ki Buyut Alijan adalah di
bidang seni alat musik dari bambu, sejenis seni Angklung buhun.
Selain piawai dalam memainkan kesenian angklung, Ki buyut Alijan pun sangat mahir dalam ilmu kanuragan sejenis pancasona dan tapak sancang. Sehingga
Ki Buyut Alijan selaian suka dipanggil untuk mentas seni, juga gemar
melakukan tirakat kanuragan. Ki Buyut Alijan, biasa berkeliling (kalau
zaman sekarang mungkin ngamen) dari kampung ke kampung untuk menarik
masyarakat menonton atraksi seninya.
Dari
Wilayah Cigelung, Ia berjalan mengembara melalui jalur terobosan
Cipanas hingga Citorek dan Selanjutnya malang melintang di kawasan
Cibeber dan Bayah. Selanjutnya ia selalu meneruskan
perjalanan seninya ke arah barat. Saat berjalan ke arah barat, Ia tidak
lupa untuk berhenti dan berteduh di sebuah saung pinggir jalan, di
sekitar kawasan Panggarangan sampai ke Cihara.
Konon,
tempat pemberhentian Ki Buyut Alijan itupun selalu dijadikan ciri,
sebagai tempat panyaungan, sehingga nama panyaungan pun menjadi sebuah
nama desa di Kawasan Kecamatan Cihara.Dalam petualangannya, Ki Buyut
Alijan sempat menikah dengan gadis asal panyaungan, yang
namanya Nyi Uyut Euyeum. Mereka berumahtangga di kampong Panyaungan. Ki
Buyut Alijan itu selalu diundang untuk melakukan pentas seninya di
wilayah itu hingga ke Malingping. Ki Buyut juga selalu tinggal berdiam
diri di sekitar Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping. Nah, Cerita
Cilangkahan pun mulai bergulir di sini, yang mana saat ki Buyut Alijan
itu menyebrangi sungai yang memotong antara Desa Pagelaran dengan Desa
Cilangkahan ke Malingping. Sedangkan nama Pagelaran, berasal dari
sebutan tempat di mana Ki Buyut Alijan sering mementaskan pagelaran
kesenian di sana.
Konon,
sungai itu sama sekali tidak memiliki jembatan, warga setempat biasanya
menyebrang sungai dengan cara berenang atau naik rakit. Namun aneh,
menurut yang punya cerita, justru Ki Buyut Alijan tidak melakukan itu,
ia justru melakukan penyebrangan dengan cara melangkahi sungai itu. Maka
orang sekitar pun mulai saat itu menyebut-nyebut sungai itu sebagai
sungai Cilangkahan yang tepatnya di Kampung Cibayawak Desa Pagelaran.
Kalau
Ki Buyut Alijan datang melangkahi sungai itu, biasanya di tempat
sekitar melangsungkan pagelaran seni, di tempat ini, Ki Buyut Alijan
selalu didatangi orang-orang dari berbagai tempat, Diantaranya ada yang
berguru seni ada pula yang berguru kanuragan atau hanya ingin mengenal
saja sosok Ki Alijan. Sehingga lambat laun tempat itu pun berubah nama
menjadi Kampung Gembrong, Artinya, tempat orang-orang berkerumun atau
berkumpul mendatangi ki Buyut Alijan. Kampung Gembrong itu masih di
kawasan Desa Pagelaran.
Di
zaman kolonial Belanda, kawasan ini dikenal oleh kaum kompeni sebagai
kawasan tempat di mana orang-orang punya ilmu kanuragan, sehingga kaum
kompeni agak segan kalau bermasalah dengan warga dari kawasan ini.
Menurut cerita, kaum kompeni selalu menemukan perkara yang tragis saat
memiliki masalah dengan warga di sini. Maka bagi kalangan penjajah
kawasan ini di sebut sebagai daerah hara, artinya panas seperti bara
api. Sehingga lama-lama daerah ini pun bernama Cihara.
Di
Zaman revolusi, kawasan ini sempat menjadi sentral pembagian kawasan
Otorita pemerintahan untuk wilayah Lebak selatan. Tepatnya di Kampung
Cilangkahan, itulah Kawedanan (Kantor pembantu bupati wilayah) pertama
di wilayah Lebak selatan pun sempat didirikan, Sebelum Akhirnya kantor
kawedanan itu berpindah ke Kota Malingping hingga tahun 2001.
Hingga
akhirnya seiring dengan munculnya era reformasi dan gerakan otonomi
daerah (Otda), istilah Kawedanaan dan birokrasinya pun terhapus dari
arsip negara. Dulu Kawedanan Cilangkahan ini membawahi Tiga Kecamatan,
yaitu, Kecamatan Malingping, Panggarangan dan Bayah. Sehingga dari nama
Kawedanan Cilangkahan inilah, aspirasi warga lebak selatan untuk
memperjuangkan daerah otonomi baru mengambil nama dari sejarah nama
Kawedanan itu dahulu. Yaitu Kabupaten Cilangkahan.
Dari
sinilah kita akan segera mengenal nama Cilangkahan dan perjalanan
panjang sejarahnya itu bermula, Walaupun mungkin ini hanya sebuah cerita
yang sempat membekas dikalangan pelaku sejarah di sekitar kawasan Lebak
bagian selatan. Meski oleh para pelaku sejarah bisa dijustifikasi
sebagai cerita legenda biasa, atau hanya alasan yang dibuat-buat oleh si pemilik cerita, karena bisa juga ini hanya sebuah legenda yang seolah-olah ditarik benang merahnya agar melekat dalam alur cerita yang bernama Cilangkahan.
Tapi, Inilah cerita yang sampai kini masih melekat di memori mereka
para pini sepuh tempo dahulu yang masih bisa diceritakan. Walahu'alam'bisawab.
3 comments:
menarik juga ,,low misalkan kita mw nyari sumber tentang sejarah cilangkahan,,apakah masih ada sumber yg bisa d dapat,,terutama dari orang cilangkahan itu sendiri,,
mohon infonya,,trimakasih
Ini kan sebuah cerita yah, jadi cerita itu sebuah mitos, jadi setelah itu ki buyutnya itu kemana pas terakhirnya itu, kan kalau beneran nyata mah kan pasti ada penjelasan sampai akhirnya, terima kasih.!
Post a Comment