Cikotok adalah desa di kecamatan Cibeber, Lebak, Banten, Indonesia.
Desa ini pernah memiliki tambang emas peninggalan Belanda dan Jepang
yang kemudian dikelola oleh PT. ANTAM yang akhirnya ditutup pada tahun 2011.
sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Cikotok,_Cibeber,_Lebak
Kami kira sudah tiba waktunja untuk mentjantumkan negeri Tjikotok di
atas peta ilmu bumi… Kepada chalajak ramai terutama si pemakai dan
pedagang emas selajaknja diterangkan, bahwa emas jang diperdagangkan
dewasa ini adalah a.l. berasal dari Tambang Mas Tjikotok….”
Kalimat yang ditulis dalam ejaan Soewandi itu berasal dari sebuah
fotokopian buku bertajuk Tambang Mas Tjikotok Membangun. Tanpa tahun,
tanpa penulis, isinya bercerita tentang proses penambangan emas di
Cikotok, mulai dari penggalian bebatuan andesit, penggilingan, sampai
pemurnian emas yang siap jual.
Saking melegendanya Cikotok, buku teks ilmu bumi untuk siswa sekolah
dasar tahun 1960-an dan 1970-an selalu mencantumkan Cikotok sebagai
tambang emas di Jawa Barat, yang berdiri sejak 1936. Sebelum menjadi
bagian Provinsi Banten tahun 2000, seluruh Banten masuk Jawa Barat,
termasuk Cikotok.
Cikotok yang merupakan wilayah di Kecamatan Bayah, Lebak, Banten
Selatan, memang sempat menjadi primadona karena di sana pernah terdapat
satu-satunya tambang emas terbesar di Indonesia. Namun, era kemasyhuran
dan kejayaan Cikotok mulai memudar seiring dengan berkurangnya cadangan
emas. Dari satu ton batuan andesit yang ditambang, kandungan emasnya
hanya mencapai lima gram.
“Tambang yang masih prospek adalah yang kadarnya di atas delapan.
Artinya, dari satu ton batu dihasilkan delapan gram emas,” ujar Manager
Pascatambang PT Antam Resourcindo (Ari), anak perusahaan PT Aneka
Tambang, Junarso.
Menurut dia, PT Ari kini tinggal mengandalkan tambang emas di
Cikidang, sekitar 34 kilometer barat daya Cikotok. Prospek emas di
Cikidang ditemukan pada tahun 1991. Daerah seluas 426,4 hektar ini
terdiri atas vein (urat emas) Cikidang, yang merupakan mineralisasi
utama dengan urat sepanjang 1.200 meter.
Kegiatan eksplorasi untuk urat Cikidang telah selesai dilakukan pada
akhir tahun 1997. Sementara itu, urat Cibodas, tengah, barat, dan timur
mulai dieksplorasi lebih lanjut sejak tahun 2002. Cadangan emas di
Cikidang diperkirakan habis pada tahun 2008. Namun, PT Ari masih
berharap ada cadangan baru sehingga tambang bersejarah itu tidak harus
tutup selamanya.
Menurut Junarso, dari 3.000 ton batuan yang ditambang dalam sebulan,
precipitate atau lumpur “kaya” yang dihasilkan rata-rata 250,32
kilogram. Dari jumlah tersebut, dihasilkan 19,8 kilogram emas dan 77,5
kilogram perak. Didin, salah seorang pegawai di bagian tambang PT Ari,
mengatakan, hasil yang diperoleh dari pengolahan batuan tidak optimal
karena peralatan yang digunakan sudah tua. Peralatan yang digunakan
untuk mengolah emas itu sudah berumur lebih dari 50 tahun. “Mungkin ini
pabrik pengolahan emas tertua di dunia,” katanya.
Proses pengolahan batuan menjadi emas cukup rumit. Awalnya, dari
tambang yang terletak di bawah tanah, batuan diangkut menggunakan kabel
ban. Alat itu mirip dengan kereta gantung, yang terbentang melintasi
jurang curam dari Cikotok hingga ke Pasir Gombong. Namun, sejak tahun
2005, seiring dengan banyaknya pencurian kabel yang terjadi, PT Ari
menghentikan operasional kabel ban itu.
Sebelum diolah, batuan berukuran raksasa itu dikecilkan ukurannya
agar siap diolah. Proses pengecilan ukuran itu meliputi penggerusan
(crushing), pelumatan (grinding), klasifikasi ukuran butiran, dan
peningkatan kandungan padatan umpan (thickening). Bijih hasil
penggerusan lalu ditampung pada fine ore bin (FOB) atau tangki bijih
dari baja. Setelah itu, bijih-bijih tadi dimasukkan ke dalam ball mill.
Setelah ditambahkan CaO atau kalsium oksida dengan kadar 15 kilogram per
ton, bijih yang digiling tadi menghasilkan campuran pasir-lumpur-air.
Bijih yang sudah halus dan nyaris berupa lumpur lalu diperkaya di
dalam thickener I melalui proses pengendapan. Hasil pengendapan pada
thickener I (underflow thickener) dengan kandungan 40 persen solid, lalu
diproses pada unit sianidasi. Sedangkan cairan yang lebih jernih
(overflow thickener) digunakan ulang untuk proses presipitasi.
Sianidasi merupakan proses pelarutan logam Aurum (Au/emas) dan
Argentum (Ag/perak) dalam media larutan sianida. Proses itu berlangsung
pada empat tangki agitator.
Lumpur yang mengandung larutan sianida, yang telah kaya dengan emas
dan perak, lalu dialirkan ke tangki dua dan tiga. Sementara lumpur yang
nyaris tak berharga mengalami proses filtrasi atau pemisahan cairan
dengan lumpur.
Proses terakhir adalah presipitasi. Pada proses ini, ion Au dan Ag
yang terkandung dalam air kaya didesak oleh serbuk seng (zinc). Hasil
akhir dari proses presipitasi adalah presipitat dengan kandungan Au = 10
persen, Ag = 35 persen, dan Zn = 55 persen. Hasil akhir inilah yang
kemudian diolah lagi di unit logam mulia PT Aneka Tambang di Jakarta.
Limbah sisa presipitasi lalu diolah di instalasi pengolahan air limbah
(IPAL). Tujuannya, untuk menurunkan kandungan sianida hingga mencapai
ambang batas (0,5 ppm).
Hampir berakhir
Mencapai Cikotok ibarat melakukan perjalanan wisata melintasi tepi
laut dan perbukitan. Tambang emas tua itu seolah menjadi museum hidup
yang sekaligus saksi sejarah kegemilangan penambangan emas.
Namun kini, museum itu makin terengah berpacu dengan zaman. Seiring
dengan menipisnya cadangan emas di Cikotok, mesin-mesin tua dan para
pekerjanya yang berdedikasi kini tinggal menunggu “cerita tamat”
Cikotok.
Valentinus, pekerja yang mengoperasikan sistem presipitasi (proses
pengikatan air emas), terlihat hati-hati memperlakukan setiap bagian
mesin yang bekerja. Di bagian akhir proses pengolahan emas, Valentinus
bersama rekannya menjadi penjaga terakhir proses logam mulia.
“Hasil presipitasi ini namanya presipitat, nantinya akan dibawa ke
Jakarta untuk diolah menjadi emas murni,” kata Valentinus. Sayang,
proses akhir yang menentukan itu hanya bertumpu pada satu mesin
presipitasi. “Yang satu unit lagi rusak,” kata Syahdi, rekan Valentinus.
Sayang, legenda hidup itu lambat laun harus mengakhiri produksinya
karena cadangan emas di daerah itu hampir habis. “Tahun 2008
diperkirakan cadangan sudah habis. Tetapi, sebagai penambang, tentu kami
masih berharap masih ada deposit yang ditemukan,” kata Dolok R Silaban, Direktur PT Ari, saat ditemani sekretaris korporat Ashur Wasif dan staf humas Ari Karnalin.
Tampaknya tak ada gambaran cerah lagi untuk mempertahankan buku-buku
kurikulum yang mengatakan Cikotok sebagai penghasil emas Indonesia.
Lambat tapi pasti, Cikotok akan menjadi lahan perebutan para penambang
liar yang sudah mengincar. Lambat tapi pasti, Cikotok hanya akan menjadi
legenda.
PT Antam sendiri belum memiliki gambaran pasti, mau dikemanakan dan
diapakan Cikotok pascatahun 2008. Hanya menurut Direktur Operasional
Aneka Tambang (Antam) Alwin Syah Loebis, ada rencana tetap
mempertahankan PLTA yang dirintis Antam bekerja sama dengan pihak
swasta. kemungkinan bisa dikembangkan pula menjadi wisata tambang.
sumber :http://www.silaban.net/2006/10/14/tambang-emas-cikotok-tinggal-sejarah/
Wednesday, 17 October 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment