Sunday 21 October 2012

LAPORAN PRAKTIKUM KESETIMBANGAN DAN DINAMIKA KIMIA KESETIMBANGAN UAP-CAIR PADA SISTEM BINAIR Nama Praktikan : Rega Wahyu Anggraini LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER TAHUN 2011 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu zat cair ketika dipanaskan dalam wadah yang tertutup akan lebih cepat mendidih dibanding dengan zat cair yang dipanaskan dalam wadah terbuka. Hal itu terjadi karena pengaruh tekanan uap cairan, ketika tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap luar saat itulah dikatakan mendidih. Zat cair dalam wadah terbuka, tekanan uap zat cair yang dipanaskan akan naik dan ketika tekanan sama dengan tekanan luar, penguapan dapat terjadi diseluruh bagian cairan dan uap dapat memuai di lingkungannya. Jadi, mendidih adalah bila tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap diluar. Temperatur dimana pada saat mendidih disebut temperatur didih. Zat cair dalam wadah tertutup, walaupun tekanan uap naik ketika cairan dipanaskan, rapatan uap bertambah karena uap itu dibatasi oleh volume tetap dan rapatan cairan sedikit berkurang. karena wadah yang tertutup, dapat diketahui batas antara fase uap dan fase cair yang tidak setimbang. Tahap dimana rapatan uap sama dengan rapatan sisa cairan, dan batas antar fase hilang disebut kesetimbangan antara uap dan cair. Temperature pada keadaan tersebut adalah temperature kritis. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui indeks bias larutan binair maka dilakukan percobaan “Kesetimbangan Uap-Cair Pada Sistem Binair” ini. 1.2 Rumusan Masalah 1) Bagaimana cara menentukan sifat larutan binair dengan membuat diagram temperature versus komposisi ? 2) Bagaimana cara menentukan indek bias dari larutan binair ? BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 MSDS 2.1.1 Aseton Sifat Aseton (C3H6O) adalah zat cair yang tidak berwarna, berbau tajam, mudah menguap, mudah terbakar. Massa molar nya 58,08 g/mol. Penampilan cairan tidak berwarna, densitas 0,79 g/cm³, titik leleh −94,9°C (178,2 K), titik didih 56,53°C (329,4 K). Kelarutan dalam air, larut dalam berbagai perbandingan viskositas 0,32 cP pada 20 °C, struktur bentuk molekul trigonal planar pada C=O, momen dipol 2,91, aseton mudah terbakar. Aseton juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-2-on, dimetilformaldehida, dan β-ketopropana, adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar. Aseton larut dalam berbagai perbandingan dengan air, etanol, dietil eter, dll. Selain dimanufaktur secara industri, aseton juga dapat ditemukan secara alami, termasuk pada tubuh manusia dalam kandungan kecil. (Anonim, 2011). 2.1.1 Klorofom Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan, namun mudah menguap. Struktur molekulnya berbentuk tetrahedral. Sifat fisik dan kimia dari kloroform adala sebagai berikut: Rumus Molekul : CHCl3 Titik Didih : 610C Titik Leleh : -63,50C Tekanan uap : 159 mmHg pada 200C Berat Jenis Uap Air : 4,1 Kerapatan massa : 1,48 g/cm3 Kelarutan Dalam Air :0, 8 g/100 mL pada 200C Massa Molar : 119,38 g/mol Inhalasi: - Mengganggu saluran pernapasan. - Menyebabkan efek system saraf pusat, termasuk sakit kepala, mengantuk, pusing. - Paparan konsentrasi yang lebih tinggi dapat mengakibatkan ketidaksadaran dan bahkan kematian. - Dapat menyebabkan luka hati dan gangguan darah. Tertelan: - Menyebabkan nyeri di dada. - Muntah dalam jumlah besar. - Gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala pada inhalasi. Kontak kulit: - Menyebabkan iritasi kulit yang dapat mengakibatkan kemerahan dan sakit. Kontak mata: - Uap dan percikan dapat menyababkan rasa sakit. - Iritasi mata bahkan kerusakan pada mata. Kronis: - Uap dapat menyebabkan kerusakan fungsi hati, ginjal, jantung dan sistem saraf.. - Kontak dengan cairan dapat menyebabkan iritasi kronis pada kulit disertai pengeringan, keretakan dan dermatitis. (Anonim, 2011). 2.2 Kesetimbangan uap-cair pada larutan binair Larutan dapat didefinisikan sebagai suatu sistem homogen yang terdiri dari dua komponen atau lebih. Istilah pelarut dan zat terlarut sebenarnya biasa dipertukarkan, tetapi istilah pelarut biasanya digunakan untuk cairan, bila larutan terdiri dari padatan atau gas dalam cairan. Istilah ini untuk jenis larutan lain biasa digunakan untuk menyatakan zat yang terdapat dalam jumlah yang lebih banyak. Komponen–komponen yang terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit biasanya dinamakan zat terlarut (Bird,1993:177). Larutan ada yang jenuh, tidak jenuh, dan lewat jenuh. Larutan disebut jenuh pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lagi lebih banyak zat terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari ini, disebut larutan tidak jenuh dan bila lebih disebut lewat jenuh. Kemungkinan larutan banyak sekali, ada sembilan kemungkinan yaitu: Larutan gas dalam gas Larutan cairan dalam gas Larutan zat padat dalam gas Larutan gas dalam zat padat Larutan cairan dalam zat padat Larutan zat padat dalam zat padat Larutan gas dalam cairan Larutan cairan dalam cairan larutan zat padat dalam cairan. Percobaan yang akan dilakukan menggunakan larutan gas dalam cairan. Kelarutan gas dalam cairan tergantung jenis gas, jenis pelarut, tekanan dan temperatur (Sukardjo, 1989:141). Gas ideal tidak memilikigayaintermolekul dalam gas tersebut. Cairan ideal berarti semuagayaintermolekul baikgayaintermolekul pada molekul- molekul sejenis (misal pelarut- pelarut) atau pada molekul yang tidak sejenis (misal pelarut-zat terlarut) adalah sama. Salah satu sifat larutan yang penting adalah tekanan suatu komponen yang terdapat dalam larutan tersebut pada permukaan larutan. Mengetahui besarnya kecenderungan suatu komponen untuk menguap yang berarti keluar dari larutan dapat diduga gaya-gaya intermolekul apa yang bekerja di dalam larutan. Mempelajari kecenderungan untuk menguap atau tekanan uap parsial sebagai fungsi dari suhu dan konsentrasi (Bird, 1993:179). Larutan dikatakan ideal jika larutan tersebut mengikuti hukum Roult pada seluruh kisaran komposisi sistem. Hukum Roult dalam bentuknya yang lebih umum didefinisikan sebagai fugasitas dari tiap komponen dalam larutan yang sama dengan keadaan serta fraksi molnya dalam larutan tersebut, yakni : f1 = X1 . f1* Sedangkan hubungan antara tekanan parsial dan komposisinya dalam larutan merupakan pendekatan dalam hal larutan yang mempunyai komponen tekanan parsial kecil. P1 = X1 . P1o Dimana : p1 = tekanan uap larutan po = tekanan uap larutan murni X1 = mol fraksi larutan Potensial kimia dari tiap komponen dalam larutan didefinisikan sebagai : µ1 = µ1o + R T ln X1 (Dogra, 1990:541). Larutan juga dapat dikatakan sebagai larutan ideal apabila : Homogen pada seluruh system mulai dari mol fraksi 0-1 Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen-komponen dicampur membentuk larutan ( ∆H pencampuran = 0 ) Tidak ada beda volume pencampuran, artinya volume larutan sama dengan jumlah komponen yang dicampurkan ( ∆V pencampuran = 0 ) (Tim Penyusun, 2011:4). Sifat komponen larutan ideal adalah komponen yang satu akan mempengaruhi sifat komponen yang lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat kedua komponennya. Contoh, sistem benzene-toluena. Larutan non ideal adalah larutan yang tidak memiliki sifat di atas. Larutan ini dibagi dua golongan yaitu Larutan non ideal deviasi positif yang mempunyai volume ekspansi, dimana akan menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem aseton-karbondisulfida. Larutan non ideal deviasi negative yang mempunyai volume kontraksi, dimana akan menghasilkan titik didih minimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem benzene-etanol dan aseton-kloroform (Tim Penyusun, 2011:5). BAB 3 Metodologi Percobaan 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat yang digunakan adalah: Alat destilasi kesetimbangan Thermometer Pemanas(lampu/kompor) Tempat destilat Tempat residu Alat refraktometer 3.1.2. Bahan yang digunakan adalah: Kloroform Aseton aseton 3.2 Skema kerja kloroform Ditentukan berat jenisnya dengan cara aerometer dan piknometer Ditentukan indeks bias kloroform dan aseton murni Dicampurkan keduanya dengan perbandingan: Aseton : 10 ml, 8 ml, 6 ml, 4 ml, 2 ml, 0 ml kloroform: 0 ml, 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, 10ml Direfluks dan dicatat titik didihnya untuk setiap campuran Diambil distilat dengan pipet,ditentukan indeks biasnya Ditentukan juga indeks bias residunya Hasil Dilakukan pada setiap campuran BAB 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Pengamatan 4.1.1 Massajenis 4.1.1.1 klorofom m1 : 30.613 g m1 :massa piknometer kosong V1 : 10 cm3 V1 : volum piknometer m2 : 45.1 g m2 :massa piknometer dan klorofom ρ : 1.4487 g/cm3 4.1.1.2Massajenis aseton m1 : 30.629 g m1 :massa piknometer kosong V1 : 10 cm3 V1 : volum piknometer m2 : 30.325 g m2 :massa piknometer dan aseton ρ : 0.7696 g/cm3 Aseton-klorofom Titik didih (oC) 10-0 58 8-2 60 6-4 61 4-6 62 2-8 62 0-10 59 4.1.3 Titik didih 4.1.4 Indeks bias Volume Aseton (mL) Volume Kloroform (mL) Titik Didih (°C) Indeks bias Residu Indeks Bias Destilat α β α β 10 mL 0 mL 58°C 11 10,5 21 20 8 mL 2 mL 60°C 6,5 5 8 7 6 mL 4 mL 61°C 14,5 10 8 7 4 mL 6 mL 62°C 19 12 5 4 2 mL 8 mL 62°C 24 18 12,5 11 0 mL 10 mL 59°C 30 29,5 27 26,5 4.2 Pembahasan Dikatakan larutan ideal apabila semuagayaintermolekul baikgayaintermolekul pada molekul–molekul sejenis (pelarut–pelarut) atau pada molekul yang tidak sejenis (pelarut–zat terlarut) adalah sama. Syarat dari larutan ideal adalah sebagai berikut : Homogen pada seluruh sistem mulai dari mol fraksi 1-0 Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen – komponen dicampur membentuk larutan (∆H pencampuran = 0) Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan sama dengan jumlah komponen yang dicampurkan (∆V pencampuran = 0) Memenuhi hukum Raoult P1 = X1 p0 Dimana : P1 = Tekanan uap larutan p0 = Tekanan uap solven murni X1 = mol fraksi larutan. Sifat larutan ideal adalah sifat komponen A mempengaruhi sifat komponen B begitu pula sebaliknya, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat kedua komponen penyusun larutan tersebut. Larutan non ideal idak memiliki sifat diatas, yaitu antara sifat komponen satu tidak mempengaruhi sifat komponen lainnya. Larutan non ideal dibagi menjaadi dua golongan : Larutan non ideal deviasi positif yang memiliki volume ekspansi, dimana akan menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu. Deviasi positif menunjukkan adanya kerusakan ikatan intermolekul dalam system. ∆H(l) > 0, maka proses pelarutan adalah endoterm. karena pada pembentukan larutan diserap oleh kalor, maka komponen – komponen berada pada tingkat energi yang lebih tinggi setelah terjadi interaksi dibanding sebelumnya. Contoh : sistem aseton-karbondisulfida. Larutan non ideal deviasi negative yang mempunyai volume kontraksi, dimana akan menghasilkan titik didih minimum pada sistem campuran itu. Penyimpangan negatif / deviasi negatif biasanya disebabkan terbentuknya ikatan intermolekul antara komponen – komponen yang terdapat dalam system, proses pelarutan eksoterm dan ∆H(l) < 0. Contoh : sistem benzene-etanol dan aseton-kloroform. Percobaan ini digunakan bahan aseton dan klorofom, dan titik didih yang dihasilkan dari campuran tersebut merupakan titik didih minimum sehingga dapat dikatakan bahwa percobaan ini termasuk deviasi negatif. Apabila kedua jenis cairan ini dicampurkan, akan dibebaskan panas yang menunjukkan bahwa terjadi ikatan. Reaksi tersebut melepas panas yang disebut juga dengan reaksi eksoterm. Ikatan intermolekul yang terbentuk juga merupakan ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen antara kloform – aseton adalah sebagai berikut : ( CH3 )2C = O + H – CCl3 ( CH3 )2CO……..H – CCl3 ∆H=negative, (Ikatan hidrogen = …………). Hasil percobaan didapatkan massa jenis yang sedikit berbeda dengan literatur, untuk massajenis klorofom hasil percobaan adalah 1.4487 g/cm3, sedangkan pada literature sebesar 1,48 g/cm3. Massa jenis aseton dari hasil percobaan adalah 0.7696 g/cm3, sedangkan diliteratur adalah 0,79 g/cm. Titik didih yang didapat dari percobaan adalah aseton : klorofom (10-0) adalah 58oC; aseton : klorofom (8-2)adalah 60 oC; aseton : klorofom (6-4)adalah 61 oC; aseton : klorofom (4-6)adalah 62 oC; aseton : klorofom (2-8)adalah 62 oC; aseton : klorofom (0-10)adalah 59 oC. Titik didih aseton murni hasil percobaan adalah 59oC, itu berbeda dengan literatur yaitu 56.53oC. Titik didih klorofom murni hasil percobaan adalah 58oC, pada literatur adalah 61oC. Hasil percobaan menjukkan bahwa titik didih campuran lebih tinggi dari pada titik didih komponen murninya. Selisih perbandingan komponen juga berpengaruh, semakin sedikit selisihnya maka semakin tinggi titik didihnya, misalnya 8ml klorofom banding 2ml aseton memiliki titik didih lebih rendah daripada titik didih 6ml klorofom banding 4ml aseton, yaitu 60oC banding 61oC. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi mol berbanding lurus dengan temperatur. Percobaan ini menggambarkan bahwa harga mol fraksi larutan merupakan komposisi larutan. Aseton adalah senyawa yang mudah menguap dibandingkan kloroform dengan titik didih aseton = 56,530C sedangkan kloroform = 61°C. Bila dalam campuran volume aseton lebih banyak dari pada kloroform maka membutuhkan suhu yang tinggi walaupun aseton memiliki titik didih yang lebih rendah dari pada klorofrom. Apabila perbandingan volume klorofom lebih sedikit dari pada aseton, maka tidak membutuhkan suhu yang tinggi untuk menguapkan aseton, sehingga residu hanya berisi kloroform.misalnya volume 8 ml aseton : 2 ml kloroform, maka aseton akan menguap terlebuh dahulu dengan titik didih yang tidak terlalu tinggi. Bila hasil destilat diuapkan terus menerus, maka dihasilkan residu kloroform murni. Praktikum ini penentuan nilai alfa ( α ) dan nilai ( β ) menggunakan alat refraktometer, dimana larutan diletakkan pada kaca dan bagian berpori lalu ditentukan nilainya dengan skala yang ada pada alat tersebut. Cahaya putih bergaris adalah sinar alfa, cahaya pelangi adalah sinar beta. Dari grafik hasil percobaan, terjadi penyimpangan pada grafik n versus fraksi mol ( x ) , hal ini disebabkan kesulitan dan kurang tepatnya dalam menentukan nilai dari indeks bias( α dan β ), kesalahan lainnya adalah kurang akuratnya dalam penimbangan berat zat dengan piknometer. Grafik antara fraksi mol ( x ) versus suhu ( T ) kurang akurat, sebab nilai R2 = 0,1395. R2 merupakan tingkat keakuratan dari data percobaan tersebut . Azeotrop merupakan suatu keadaan dimana ketika campuran yang uapnya mencapai komposisi yang sama dengan cairan, sehingga akan terjadi penguapan tanpa terjadi perubahan komposisi. Destilasi tidak akan dapat memisahkan kedua cairan yang dicampurkan jika komposisi azeotrop sudah dicapai karena komposisi kondensat sama dengan komposisi cairan. Titik azeotrop adalah titik tercapainya komposisi azeotrop tercapai. BAB 5 Penutup 3.1 Kesimpulan kesetimbangan uap – cair pada system binair adalah batas dimana rapatan uap sama dengan rapatan sisa cairan. Larutan ideal memiliki sifat antara sifat-sifat penyusunnya. Larutan yang menyimpang dari hukum Raoult adalah larutan non ideal. Titik didih campuran lebih tinggi daripada titik didih komponen murninya. Reaksi yang terjadi pada percobaan ini adalah reaksi eksoterm. Fraksi mol berbanding lurus dengan temperatur. Titik azeotrop adalah titik dimana uap campuran mencapai komposisi yang sama dengan cairan. 3.2 Saran Seharusnya praktikan menguasai materi praktikum sebelum melakukan percobaan. Ketelitian dan kecermatan sangat berpengaruh terhadap hasil pengamatan. Kebersihan alat menjadi faktor penting dalam mendapatkan data yang lebih akurat.

LAPORAN  PRAKTIKUM
KESETIMBANGAN DAN DINAMIKA KIMIA

KESETIMBANGAN UAP-CAIR PADA SISTEM BINAIR


Nama Praktikan                : Rega Wahyu Anggraini


LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2011


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Suatu zat cair ketika dipanaskan dalam wadah yang tertutup akan lebih cepat mendidih dibanding dengan zat cair yang dipanaskan dalam wadah terbuka. Hal itu terjadi karena pengaruh tekanan uap cairan, ketika tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap luar saat itulah dikatakan mendidih.
Zat cair dalam wadah terbuka, tekanan uap zat cair yang dipanaskan akan naik dan ketika tekanan sama dengan tekanan luar, penguapan dapat terjadi diseluruh bagian cairan dan uap dapat memuai di lingkungannya. Jadi, mendidih adalah bila tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap diluar. Temperatur dimana pada saat mendidih disebut temperatur didih.
Zat cair dalam wadah tertutup, walaupun tekanan uap naik ketika cairan dipanaskan, rapatan uap bertambah karena uap itu dibatasi oleh volume tetap dan rapatan cairan sedikit berkurang. karena wadah yang tertutup, dapat diketahui batas antara fase uap dan fase cair yang tidak setimbang. Tahap dimana rapatan uap sama dengan rapatan sisa cairan, dan batas antar fase hilang disebut kesetimbangan antara uap dan cair. Temperature pada keadaan tersebut adalah temperature kritis.
Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui indeks bias larutan binair maka dilakukan percobaan “Kesetimbangan Uap-Cair Pada Sistem Binair” ini.
1.2              Rumusan Masalah
1)      Bagaimana cara menentukan sifat larutan binair dengan membuat diagram temperature versus komposisi ?
2)      Bagaimana cara  menentukan indek bias dari larutan binair ?


BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1       MSDS
2.1.1        Aseton
Sifat Aseton (C3H6O) adalah zat cair yang tidak berwarna, berbau tajam, mudah menguap, mudah terbakar. Massa molar nya 58,08 g/mol. Penampilan cairan tidak berwarna, densitas 0,79 g/cm³, titik leleh −94,9°C (178,2 K), titik didih 56,53°C (329,4 K). Kelarutan dalam air, larut dalam berbagai perbandingan viskositas 0,32 cP pada 20 °C, struktur bentuk molekul trigonal planar pada C=O, momen dipol 2,91, aseton mudah terbakar.
Aseton juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-2-on, dimetilformaldehida, dan β-ketopropana, adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar. Aseton larut dalam berbagai perbandingan dengan air, etanol, dietil eter, dll. Selain dimanufaktur secara industri, aseton juga dapat ditemukan secara alami, termasuk pada tubuh manusia dalam kandungan kecil. (Anonim, 2011).
2.1.1    Klorofom
Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan, namun mudah menguap. Struktur molekulnya berbentuk tetrahedral. Sifat fisik dan kimia dari kloroform adala sebagai berikut:
  • Rumus Molekul                       : CHCl3
  • Titik Didih                              : 610C
  • Titik Leleh                               : -63,50C
  • Tekanan uap                            : 159 mmHg pada 200C
  • Berat Jenis Uap Air                 : 4,1
  • Kerapatan massa                     : 1,48 g/cm3
  • Kelarutan Dalam Air               :0, 8 g/100 mL pada 200C
  • Massa Molar                            : 119,38 g/mol
Inhalasi:
-            Mengganggu saluran pernapasan.
-            Menyebabkan efek system saraf pusat, termasuk sakit kepala, mengantuk, pusing.
-            Paparan konsentrasi yang lebih tinggi dapat mengakibatkan ketidaksadaran dan bahkan kematian.
-            Dapat menyebabkan luka hati dan gangguan darah.
Tertelan:
-          Menyebabkan nyeri di dada.
-          Muntah dalam jumlah besar.
-          Gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala pada inhalasi.
Kontak kulit:
-          Menyebabkan iritasi kulit yang dapat mengakibatkan kemerahan dan sakit.
Kontak mata:
-          Uap dan percikan dapat menyababkan rasa sakit.
-          Iritasi mata bahkan kerusakan pada mata.
Kronis:
-          Uap dapat menyebabkan kerusakan fungsi hati, ginjal, jantung dan sistem saraf..
-          Kontak dengan cairan dapat menyebabkan iritasi kronis pada kulit disertai pengeringan, keretakan dan dermatitis.
(Anonim, 2011).
2.2       Kesetimbangan uap-cair pada larutan binair
Larutan dapat didefinisikan sebagai suatu sistem homogen yang terdiri dari dua komponen atau lebih. Istilah pelarut dan zat terlarut sebenarnya biasa dipertukarkan, tetapi istilah pelarut biasanya digunakan untuk cairan, bila larutan terdiri dari padatan atau gas dalam cairan. Istilah ini untuk jenis larutan lain biasa digunakan untuk menyatakan zat yang terdapat dalam jumlah yang lebih banyak. Komponen–komponen yang terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit biasanya dinamakan zat terlarut (Bird,1993:177).
Larutan ada yang jenuh, tidak jenuh, dan lewat jenuh. Larutan disebut jenuh pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lagi lebih banyak zat terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari ini, disebut larutan tidak jenuh dan bila lebih disebut lewat jenuh. Kemungkinan larutan banyak sekali, ada sembilan kemungkinan yaitu:
  1. Larutan gas dalam gas
  2. Larutan cairan dalam gas
  3. Larutan zat padat dalam gas
  4. Larutan gas dalam zat padat
  5. Larutan cairan dalam zat padat
  6. Larutan zat padat dalam zat padat
  7. Larutan gas dalam cairan
  8. Larutan cairan dalam cairan
  9. larutan zat padat dalam cairan.
Percobaan yang akan dilakukan menggunakan larutan gas dalam cairan. Kelarutan gas dalam cairan tergantung jenis gas, jenis pelarut, tekanan dan temperatur (Sukardjo, 1989:141).
Gas ideal tidak memilikigayaintermolekul dalam gas tersebut. Cairan ideal berarti semuagayaintermolekul baikgayaintermolekul pada molekul- molekul sejenis (misal pelarut- pelarut) atau pada molekul yang tidak sejenis (misal pelarut-zat terlarut) adalah sama. Salah satu sifat larutan yang penting adalah tekanan suatu komponen yang terdapat dalam larutan tersebut pada permukaan larutan. Mengetahui besarnya kecenderungan suatu komponen untuk menguap yang berarti keluar dari larutan dapat diduga gaya-gaya intermolekul apa yang bekerja di dalam larutan. Mempelajari kecenderungan untuk menguap atau tekanan uap parsial sebagai fungsi dari suhu dan konsentrasi (Bird, 1993:179).
Larutan dikatakan ideal jika larutan tersebut mengikuti hukum Roult pada seluruh kisaran komposisi sistem. Hukum Roult dalam bentuknya yang lebih umum didefinisikan sebagai fugasitas dari tiap komponen dalam larutan yang sama dengan keadaan serta fraksi molnya dalam larutan tersebut, yakni :
f1 = X1 . f1*
Sedangkan hubungan antara tekanan parsial dan komposisinya dalam larutan merupakan pendekatan dalam hal larutan yang mempunyai komponen tekanan parsial kecil.
P1 = X1 . P1o
Dimana :          p1 = tekanan uap larutan
po = tekanan uap larutan murni
X1 = mol fraksi larutan
Potensial kimia dari tiap komponen dalam larutan didefinisikan sebagai :
µ1 = µ1o + R T ln X1
(Dogra, 1990:541).
Larutan juga dapat dikatakan sebagai larutan ideal apabila :
  1. Homogen pada seluruh system mulai dari mol fraksi 0-1
  2. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen-komponen dicampur membentuk larutan ( ∆H pencampuran = 0 )
  3. Tidak ada beda volume pencampuran, artinya volume larutan sama dengan jumlah komponen yang dicampurkan ( ∆V pencampuran = 0 )
(Tim Penyusun, 2011:4).
Sifat komponen larutan ideal adalah komponen yang satu akan mempengaruhi sifat komponen yang lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat kedua komponennya. Contoh, sistem benzene-toluena. Larutan non ideal adalah larutan yang tidak memiliki sifat di atas. Larutan ini dibagi dua golongan yaitu
  1. Larutan non ideal deviasi positif yang mempunyai volume ekspansi, dimana akan menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem aseton-karbondisulfida.
  2. Larutan non ideal deviasi negative yang mempunyai volume kontraksi, dimana akan menghasilkan titik didih minimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem benzene-etanol dan aseton-kloroform
(Tim Penyusun, 2011:5).


BAB 3 Metodologi Percobaan
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat yang digunakan adalah:
  1. Alat destilasi kesetimbangan
  2. Thermometer
  3. Pemanas(lampu/kompor)
  4. Tempat destilat
  5. Tempat residu
  6. Alat refraktometer
3.1.2. Bahan yang digunakan adalah:
  1. Kloroform
  2. Aseton
aseton
3.2 Skema kerja






kloroform



  • Ditentukan berat jenisnya dengan cara aerometer dan piknometer
  • Ditentukan indeks bias kloroform dan aseton murni
    • Dicampurkan keduanya dengan perbandingan:
Aseton    : 10 ml, 8 ml, 6 ml, 4 ml, 2 ml, 0 ml
kloroform:  0 ml, 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, 10ml
  • Direfluks dan dicatat titik didihnya untuk setiap campuran
  • Diambil distilat dengan pipet,ditentukan indeks biasnya
  • Ditentukan juga indeks bias residunya
Hasil
Dilakukan pada setiap campuran


BAB 4 Hasil dan Pembahasan

4.1              Hasil Pengamatan
4.1.1       Massajenis
4.1.1.1  klorofom
m1        : 30.613 g                    m1 :massa piknometer kosong
V1        : 10 cm3                       V1 : volum piknometer
m2          : 45.1 g                        m2 :massa piknometer dan klorofom
ρ          : 1.4487 g/cm3
4.1.1.2Massajenis aseton
m1        : 30.629 g                    m1 :massa piknometer kosong
V1        : 10 cm3                               V1 : volum piknometer
m2          : 30.325 g                    m2 :massa piknometer dan aseton
ρ          : 0.7696 g/cm3
Aseton-klorofom
Titik didih (oC)
10-0
58
8-2
60
6-4
61
4-6
62
2-8
62
0-10
59
4.1.3    Titik didih
4.1.4    Indeks bias
Volume Aseton (mL)
Volume Kloroform (mL)
Titik Didih (°C)
Indeks bias Residu
Indeks Bias Destilat
α
β
α
β
10 mL
0 mL
58°C
11
10,5
21
20
8 mL
2 mL
60°C
6,5
5
8
7
6 mL
4 mL
61°C
14,5
10
8
7
4 mL
6 mL
62°C
19
12
5
4
2 mL
8 mL
62°C
24
18
12,5
11
0 mL
10 mL
59°C
30
29,5
27
26,5
4.2       Pembahasan
Dikatakan larutan ideal apabila semuagayaintermolekul baikgayaintermolekul pada molekul–molekul sejenis (pelarut–pelarut) atau pada molekul yang tidak sejenis (pelarut–zat terlarut) adalah sama. Syarat dari larutan ideal adalah sebagai berikut :
  1. Homogen pada seluruh sistem mulai dari mol fraksi 1-0
  2. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen – komponen dicampur membentuk larutan (∆H pencampuran = 0)
  3. Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan sama dengan jumlah komponen yang dicampurkan (∆V pencampuran = 0)
  4. Memenuhi hukum Raoult
P1 = X1 p0
Dimana :  P1  = Tekanan uap larutan
p0  = Tekanan uap solven murni
X= mol fraksi larutan.
Sifat larutan ideal adalah sifat komponen A mempengaruhi sifat komponen B begitu pula sebaliknya, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat kedua komponen penyusun larutan tersebut. Larutan non ideal idak memiliki sifat diatas, yaitu antara sifat komponen satu tidak mempengaruhi sifat komponen lainnya.
Larutan non ideal dibagi menjaadi dua golongan :
  1. Larutan non ideal deviasi positif yang memiliki volume ekspansi, dimana akan menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu. Deviasi positif menunjukkan adanya kerusakan ikatan intermolekul dalam system. ∆H(l) > 0, maka proses pelarutan adalah endoterm. karena pada pembentukan larutan diserap oleh kalor, maka komponen – komponen berada pada tingkat energi yang lebih tinggi setelah terjadi interaksi dibanding sebelumnya. Contoh : sistem aseton-karbondisulfida.
  2. Larutan non ideal deviasi negative yang mempunyai volume kontraksi, dimana akan menghasilkan titik didih minimum pada sistem campuran itu. Penyimpangan negatif / deviasi negatif biasanya disebabkan terbentuknya ikatan intermolekul antara komponen – komponen yang terdapat dalam system, proses pelarutan eksoterm dan ∆H(l) < 0. Contoh : sistem benzene-etanol dan aseton-kloroform.
Percobaan ini digunakan bahan aseton dan klorofom, dan titik didih yang dihasilkan dari campuran tersebut merupakan titik didih minimum sehingga dapat dikatakan bahwa percobaan ini termasuk deviasi negatif. Apabila kedua jenis cairan ini dicampurkan, akan dibebaskan panas yang menunjukkan bahwa terjadi ikatan. Reaksi tersebut melepas panas yang disebut juga dengan reaksi eksoterm. Ikatan intermolekul yang terbentuk juga merupakan ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen antara kloform – aseton adalah sebagai berikut :
( CH3 )2C = O  +  H – CCl3       ( CH3 )2CO……..H – CCl3    ∆H=negative,
(Ikatan hidrogen = …………).
Hasil percobaan didapatkan massa jenis yang sedikit berbeda dengan literatur, untuk massajenis klorofom hasil percobaan adalah 1.4487 g/cm3, sedangkan pada literature sebesar 1,48 g/cm3. Massa jenis aseton dari hasil percobaan adalah 0.7696 g/cm3, sedangkan diliteratur adalah 0,79 g/cm.
Titik didih yang didapat dari percobaan adalah aseton : klorofom (10-0) adalah 58oC; aseton : klorofom (8-2)adalah 60 oC; aseton : klorofom (6-4)adalah 61 oC; aseton : klorofom (4-6)adalah 62 oC; aseton : klorofom (2-8)adalah 62 oC; aseton : klorofom (0-10)adalah 59 oC. Titik didih aseton murni hasil percobaan adalah 59oC, itu berbeda dengan literatur yaitu 56.53oC. Titik didih klorofom murni hasil percobaan adalah 58oC, pada literatur adalah 61oC. Hasil percobaan menjukkan bahwa titik didih campuran lebih tinggi dari pada titik didih komponen murninya. Selisih perbandingan komponen juga berpengaruh, semakin sedikit selisihnya maka semakin tinggi titik didihnya, misalnya 8ml klorofom banding 2ml aseton memiliki titik didih lebih rendah daripada titik didih 6ml klorofom banding 4ml aseton, yaitu 60oC banding 61oC. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi mol berbanding lurus dengan temperatur. Percobaan ini menggambarkan bahwa harga mol fraksi larutan merupakan komposisi larutan.
Aseton adalah senyawa yang mudah menguap dibandingkan kloroform dengan titik didih aseton = 56,530C sedangkan kloroform = 61°C. Bila dalam campuran volume aseton lebih banyak dari pada kloroform maka membutuhkan suhu yang tinggi walaupun aseton memiliki titik didih yang lebih rendah dari pada klorofrom. Apabila perbandingan volume klorofom lebih sedikit dari pada aseton, maka tidak membutuhkan suhu yang tinggi untuk menguapkan aseton, sehingga residu hanya berisi kloroform.misalnya volume 8 ml aseton : 2 ml kloroform, maka aseton akan menguap terlebuh dahulu dengan titik didih yang tidak terlalu tinggi.  Bila hasil destilat diuapkan terus menerus, maka dihasilkan residu kloroform murni.
Praktikum ini penentuan nilai alfa ( α ) dan nilai ( β ) menggunakan alat refraktometer, dimana larutan diletakkan pada kaca dan bagian berpori lalu ditentukan nilainya dengan skala yang ada pada alat tersebut.  Cahaya putih bergaris adalah sinar alfa, cahaya pelangi adalah sinar beta. Dari grafik hasil percobaan, terjadi penyimpangan pada grafik n versus fraksi mol ( x ) , hal ini disebabkan kesulitan dan kurang tepatnya dalam menentukan nilai dari indeks bias( α dan β ), kesalahan lainnya adalah kurang akuratnya dalam penimbangan berat zat dengan piknometer. Grafik antara fraksi mol ( x ) versus suhu ( T ) kurang akurat, sebab nilai R2 = 0,1395. R2 merupakan tingkat keakuratan dari data percobaan tersebut .
Azeotrop merupakan suatu keadaan dimana ketika campuran yang uapnya mencapai komposisi yang sama dengan cairan, sehingga akan terjadi penguapan tanpa terjadi perubahan komposisi. Destilasi tidak akan dapat memisahkan kedua cairan yang dicampurkan jika komposisi azeotrop sudah dicapai karena komposisi kondensat sama dengan komposisi cairan. Titik azeotrop adalah titik tercapainya komposisi azeotrop tercapai.


BAB 5 Penutup

3.1       Kesimpulan
  1. kesetimbangan uap – cair pada system binair adalah batas dimana rapatan uap sama dengan rapatan sisa cairan.
  2. Larutan ideal memiliki sifat antara sifat-sifat penyusunnya.
  3. Larutan yang menyimpang dari hukum Raoult adalah larutan non ideal.
  4. Titik didih campuran lebih tinggi daripada titik didih komponen murninya.
  5. Reaksi yang terjadi pada percobaan ini adalah reaksi eksoterm.
  6. Fraksi mol berbanding lurus dengan temperatur.
  1. Titik azeotrop adalah titik dimana uap campuran mencapai komposisi yang sama dengan cairan.
3.2       Saran
  1. Seharusnya praktikan menguasai materi praktikum sebelum melakukan percobaan.
  2. Ketelitian dan kecermatan sangat berpengaruh terhadap hasil pengamatan.
  3. Kebersihan alat menjadi faktor penting dalam mendapatkan data yang lebih akurat.

0 comments:

Post a Comment